Pembelajaran role playing atau bermain peran mungkin masih asing di telinga sebagian orang. Selain karena jarang dilakukan oleh guru maupun dosen, penerapan role playing ini menyita banyak waktu untuk latihan dan menampilkannya. Meskipun memerlukan banyak waktu dan tenaga, metode ini dapat dijadikan sebauh variasi baru dalam belajar, apalagi belajar sejarah. Mempelajari sesuatu yang telah terjadi di masa lalu mungkin akan menyulitkan bagi sebagian orang yang memerlukan waktu yang lebih banyak untuk mencerna sebuah informasi. Maka dengan menggunakan metode pembelajaran ini, mahasiswa dapat secara langsung memperagakan bagaimana jika mereka berada di situasi atau menjadi tokoh di masa lalu.

Dosen Pendidikan Sejarah FKIP UNS, Isawati S. Pd., M.A., merupakan salah satu dosen yang menerapkan metode pembelajaran ini dalam mata kuliah beliau, yaitu Sejarah Indonesia Masa Demokrasi Terpimpin Sampai Reformasi pada semester 4 angkatan 2021 (Februari- Juli 2023). Mata kuliah ini ditempuh oleh mahasiswa dalam 4 sks, sehingga akan sangat membosankan jika semuanya diisi oleh penyampaian dan penerimaan materi saja. Selain itu masa-masa Orba-Reformasi merupakan bahasan yang krusial, dengan diterapkannya metode ini membuat pembelajaran menjadi menyenangkan dan berkesan di benak mahasiswa. Mahasiswa bisa ber-acting seolah-olah mereka adalah pendemo yang ingin menurunkan Soeharto atau bahkan ber-acting sebagai Soeharto itu sendiri.

Pentas role playing ini dilakukan secara berkelompok dan ditampilkan di pertemuan 15. Selama 14 pertemuan sebelumnya, beliau menggunakan 2 sks untuk menyampaikan materi dan 2 sks sisanya dipakai oleh mahasiswa untuk menentukan tema, menentukan peran, menyusun script, dan untuk berlatih. Dalam satu kelas dibagi menjadi 4 kelompok dan tiap-tiap kelompok harus menampilkan tema yang berbeda dengan kelompok lain. Agar memiliki kesinambungan antara kelompok satu dengan lainnya, ditentukan pula beberapa tema yang bisa dipilih mahasiswa, seperti: Demonstrasi Mahasiswa, Kejadian Trisakti, Penjarahan dan Konflik Tionghoa, dan Soeharto Turun Habibie Naik.

Ketika pentas berlangsung, kelompok yang tidak tampil bisa menonton dan memberikan penilaian mereka di kertas yang telah disediakan dan dikumpulkan setelah semua kelompok sudah tampil. Menurut salah satu mahasiswa, “sangat seru karena dapat berakting menjadi tokoh lain bersama teman-teman. Menjadikan mahasiswa lebih kreatif lagi dan menjadikan pembelajaran tidak monoton karena diselingi bermain peran, tidak hanya presentasi dan diskusi saja.”

Oleh: Syaffrina Fadhilatul (2021)

Komentar