Views: 400

Views: 400

Oleh: Elsa Silvana Amalia dan Firdaus Cahya Firnanda (Kedua penulis merupakan Mahasiswa Jurusan Ilmu Sejarah Universitas Jember, Jawa Timur)

*Artikel ini merupakan karya tulis peraih Juara 1 dalam “Lomba Artikel Ilmiah Mahasiswa Tingkat Nasional” yang diselenggarakan oleh HMP Ganesha Prodi Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta pada tanggal 21 Mei 2025.

 

 

ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keterlibatan Soekarno dan Hubungan Soekarno dengan Pemerintah Jepang melalui batasan periode tahun 1942-1945. Kedatangan Jepang mendapatkan berbagai sambutan dari rakyat Indonesia termasuk golongan nasionalis salah satunya adalah Soekarno. Metode yang digunakan pada kajian ini adalah metode sejarah. Tahapan dalam metode ini terdiri atas pemilihan topik, heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi. Penelitian ini menggunakan sumber-sumber sejarah yang terdiri atas sumber primer berupa majalah dan surat kabar serta sumber sekunder melalui buku-buku maupun artikel jurnal. Hasil analisis permasalahan yang telah dilakukan menunjukkan kehadiran Jepang di Indonesia dimanfaatkan oleh Soekarno selaku elit politik pada masa itu untuk menghapus seluruh pengaruh imperialisme dan kolonialisme Barat. Soekarno menjadi golongan yang mendukung kebijakan Jepang, meskipun hal tersebut ditentang oleh golongan kiri. Keputusan tersebut harus diambil oleh Soekarno dengan memanfaatkan Jepang, maka kemerdekaan Indonesia dapat dicapai. Dukungan terhadap Jepang menimbulkan polemik karena kebijakannya justru merugikan rakyat dengan melakukan eksploitasi baik melalui tenaga kerja maupun sumber daya alam dan pergolakan ini menimbulkan kesenjangan dengan elit politik yang menyetujui kebijakan Jepang. Hubungan Soekarno dengan Pemerintah Jepang dapat dilihat melalui peran Soekarno pada beberapa organisasi bentukan Jepang seperti Pembela Tanah Air (PETA), Pusat Tenaga Rakyat (PUTERA) dan Barisan Pelopor serta organisasi lainnya. Terlepas dari polemik Soekarno pada masa Jepang tujuannya hanya untuk kemerdekaan. Peran Soekarno sebagai tokoh besar menjadi nilai penting yang harus diteladani oleh generasi muda. Nilai kepemimpinan, nasionalisme, diplomasi dan kecerdikan menjadi aspek penting dalam pembentukan karakter.

Kata Kunci: Jepang, Soekarno, Propaganda, kemerdekaan

 

ABSTRACT: This study aims to analyze Soekarno’s involvement and Soekarno’s relationship with the Japanese government through the period of 1942-1945. The arrival of Japan received various welcomes from the Indonesian people including the nationalist group, one of which was Soekarno. The method used in this study is the historical method. The stages in this method consist of topic selection, heuristics, criticism, interpretation, and historiography. This study uses historical sources consisting of primary sources in the form of magazines and newspapers and secondary sources through books and journal articles. The results of the analysis of the problems that have been carried out show that the presence of Japan in Indonesia was utilized by Soekarno as a political elite at that time to eliminate all influences of Western imperialism and colonialism. Soekarno became a group that supported Japanese policies, even though this was opposed by the left group. The decision had to be taken by Soekarno by utilizing Japan, then Indonesian independence could be achieved. Support for Japan caused polemics because its policies harmed the people by exploiting both labor and natural resources and this upheaval created a gap with the political elite who agreed with Japanese policies. Soekarno’s relationship with the Japanese Government can be seen through Soekarno’s role in several Japanese- formed organizations such as the Defenders of the Homeland (PETA), the People’s Power Center (PUTERA), and the Barisan Pelopor and other organizations. Regardless of Soekarno’s polemics during the Japanese era, his goal was only for independence. Soekarno’s role as a great figure is an important value that must be emulated by the younger generation. The values of leadership, nationalism, diplomacy, and intelligence are important aspects of character formation.

Keywords: Japan, Soekarno, Propaganda, independence

 

PENDAHULUAN

Pasca terjadi Restorasi Meiji, Jepang memutuskan untuk membuka diri terhadap dunia internasional. Keterbukaan Jepang terhadap dunia luar ini dilakukan untuk menunjukkan kekuasaan dan eksistensi Jepang dalam penguasaan sektor industri. Hal tersebut menyebabkan Jepang untuk melibatkan diri dalam perang dunia khususnya di Pan Pasifik yang ditandai dengan melakukan serangan pada Pangkalan Amerika Serikat di Pearl Harbor, Hawaii tahun 1941. Sebagai bagian dari keputusan ini Jepang turut menduduki wilayah-wilayah yang dikuasai oleh sekutu termasuk Hindia Belanda. Kedatangan Jepang di Hindia Belanda diawali oleh penguasaan wilayah Tarakan Kalimantan Timur awal tahun 1942. Tahun ini ditandai sebagai permulaan pendudukan Jepang di Hindia Belanda.

Sumber daya alam yang melimpah di wilayah Hindia Belanda menjadi tujuan utama Jepang untuk melakukan ekspansi sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan untuk perang. Serangan kedua Jepang dilakukan di wilayah Balikpapan yang dianggap sebagai ladang minyak kedua (Marwati Djoened: 2019). Serangan lainnya yang dilakukan di Kalimantan yaitu wilayah Pontianak dan Samarinda (Marwati Djoened: 2019). Setelah menguasai beberapa wilayah di Hindia Belanda termasuk Sumatera dan Sulawesi, maka terbuka bagi Jepang untuk menguasai Pulau Jawa. Jawa merupakan wilayah strategis di Hindia Belanda karena sebagai pusat pemerintahan Pemerintah Hindia-Belanda, sehingga dengan menguasai Jawa menandakan penguasaan sepenuhnya terhadap wilayah ini. Titik penting atas penguasaan Jepang terhadap Hindia Belanda adalah dengan ditandatanganinya Perjanjian Kalijati di Subang, Jawa Barat. Melalui perjanjian ini secara resmi dimulai masa pendudukan Jepang di Hindia Belanda (Indonesia). Pada masa pemerintahan Jepang kebutuhan terhadap perang tidak hanya berkaitan dengan sumber daya alam, tetapi juga sumber daya manusia. Guna mengisi kebutuhan tersebut, maka Jepang banyak memanfaatkan tenaga kerja dari Indonesia untuk Perang Asia Pasifik melawan Sekutu. Berbagai propaganda dilakukan Pemerintah Jepang untuk menaklukan masyarakat Indonesia termasuk orang-orang yang berpengaruh salah satunya adalah Soekarno. Keterlibatan Soekarno pada masa pendudukan Jepang di Indonesia menjadi hal yang menarik untuk dikaji. Berbagai pergolakan sudut pandang atas kerja sama Soekarno dan Jepang yang justru dianggap merugikan rakyat Indonesia. Kajian ini dimulai untuk menganalisis permasalahan tersebut dengan rincian rumusan masalah yaitu bagaimana latar belakang Soekarno dan isu kontra populer pada masa pendudukan Jepang. Melalui kajian ini diharapkan dapat melihat narasi sejarah tidak hanya dari satu sisi yaitu Soekarno sebagai pemimpin NKRI, tetapi juga dari beberapa sisi. Kajian ini juga melihat karakter baik Soekarno sebagai cerminan untuk generasi muda saat ini, sesuai dengan tujuan sejarah yang tidak hanya melihat masa lalu, tetapi juga menjadi pembelajaran untuk masa kini.

 

METODE PENELITIAN

Sebuah karya ilmiah memerlukan cara atau metode untuk mencapai jawaban atas permasalahan yang dikaji. Metode penelitian yang digunakan pada kajian ini adalah metode sejarah. Penggunaan metode sejarah didasarkan atas proses penelitian yang merangkai fakta-fakta sejarah menjadi tulisan. Menurut Kuntowijoyo metode sejarah terdiri atas pemilihan topik, heuristik atau penelusuran sumber sejarah, kritik terhadap sumber sejarah, interpretasi dan diakhiri oleh susunan tulisan berupa historiografi (Kuntowijoyo: 2012). Sumber sejarah menjadi bagian penting dari penelitian sejarah, selain itu ketersediaan sumber sejarah juga tidak dapat terlepas dari kemampuan dalam memahami isinya dan merangkai dalam cerita masa lampau yang rinci, runut, mudah dipahami serta kausalitas yang relevan. (Sunarlan et. al.: 2018). Adapun sumber-sumber utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah majalah Djawa Baroe dan Film-film Propaganda yang diterbitkan sebagai media propaganda Jepang pada tahun 1943-1945. Melalui pendekatan sosial-politik, diharapkan rekonstruksi terhadap tokoh Soekarno dan interaksinya dengan pemerintah pendudukan Jepang memunculkan kebaruan narasi historis. Pada akhirnya, nilai-nilai kepribadian Soekarno dapat dijadikan acuan sebagai pembelajaran, pembentuk karakter dan kepribadian generasi muda Indonesia.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Soekarno

Soekarno atau secara resmi dipanggil sebagai Ir. Soekarno dikenal sebagai presiden pertama Republik Indonesia. Lahir di Surabaya Jawa Timur pada tanggal 6 Juni 1901 Soekarno menempuh pendidikan di Hogere Buger School (HBS) kemudian dilanjutkan di Technise Hoogeschool te Bandoeng atau sekarang dikenal sebagai Institut Teknologi Bandung (ITB). Besar ditengah pendudukan Belanda dan latar belakang pendidikan yang mumpuni menyebabkan muncul kesadaran terhadap imperialisme dan kolonialisme yang sedang terjadi di Hindia Belanda, sehingga Soekarno kerap kali melakukan perlawanan terhadap Pemerintah Kolonial, oleh karena itu tak jarang Soekarno mendapat pengawasan karena dianggap berbahaya (Setiadi: 2020).

Semasa bersekolah di HBS Soekarno tinggal bersama tokoh ternama yaitu H.O.S Tjokroaminoto, sudah pasti sedikit banyak karir politik Soekarno tidak terlepas dari peran Tjokroaminoto yang dianggap sebagai gurunya. Kepiawaian Soekarno dalam menulis dan keterlibatannya pada Sarekat Islam (SI), sehingga banyak dari tulisan-tulisannya dimuat dalam majalah (Setiadi: 2020). Berbagai upaya dilakukan untuk melawan kolonialisme Barat salah satunya dengan mendirikan organisasi politik bernama Partai Nasional Indonesia (PNI) pada tahun 1927. Melalui organisasi ini Soekarno semakin aktif untuk menyuarakan penindasan Barat dan kemerdekaan Indonesia. Pergerakannya yang kian masif, maka pengawasan terhadap Soekarno juga semakin ketat. Anggapan membahayakan ini telah dirasakan oleh Pemerintah Hindia Belanda, sehingga Soekarno kerap kali keluar masuk penjara bahkan diasingkan keluar daerah mulai dari Bangka, Bengkulu hingga Flores. Soekarno tidak diasingkan sendirian, melainkan juga bersama tokoh-tokoh terkemuka lainnya seperti dalam pengasingannya di Bangka Soekarno diasingkan bersama Hatta. Saat masa pengasingan Soekarno tidak tinggal diam, kepiawaiannya dalam menulis semakin diterapkan di sini dengan cara mengirim tulisan melalui pers, sehingga cara ini menjadi upaya efektif untuk tetap berkomunikasi dengan masyarakat (Kasenda: 2014). Pada akhir pendudukan Belanda, Soekarno menjalani masa pengasingan di Bengkulu dan saat Jepang datang menduduki Pulau Sumatera, Soekarno dipindahkan ke Padang untuk pengamanan. Saat berada di Sumatera Selatan tepatnya di Bukittinggi, Soekarno bertemu dengan Komandan Fujiyama dan melalui pertemuannya ini Fujiyama meyakinkan Soekarno bahwa peperangan yang terjadi merupakan bentuk untuk melepaskan Asia dari kolonialisme Barat (Cindy Adams:1965).

B. Isu Kontroversi Populer Masa Pemerintahan Jepang

Selama Perang Dunia II berlangsung, Pemerintah Pendudukan Jepang di Indonesia berusaha mendapatkan dukungan rakyat Indonesia sebanyak-banyaknya. Dalam kurun waktu antara tahun 1942-1945, Jepang telah berhasil merangkul tokoh-tokoh bangsa Indonesia. Berbagai upaya dilakukan oleh Jepang, misalnya dengan mengangkat rakyat menjadi pejabat pemerintah, memberikan janji lowongan pekerjaan, dan sebagainya. Dukungan rakyat pun semakin erat berkat upaya-upaya ini. Berkaitan hal tersebut kiranya dapat dijabarkan dalam pembahasan berikut:

1. Pernyataan Siap Bekerja Sama Untuk Pemerintahan Dalam Negeri

Indonesia secara resmi dikuasai oleh Pemerintahan Jepang pada tanggal 8 Maret 1942 usai diadakan Perjanjian Kalijati di Subang, Jawa Barat. Mula-mula, Pemerintah Jepang berusaha menghapus pengaruh Barat yang sebelumnya telah tertanam kuat di hati rakyat Indonesia. Segera setelah itu seluruh pimpinan dan staf pegawai sipil dari Jepang didatangkan untuk menempati jabatan-jabatan dalam pemerintahan sipil yang sebelumnya diduduki oleh pegawai-pegawai Belanda. Kekosongan jabatan pemerintahan dirasa masih sangat banyak. Pemerintah Jepang di Indonesia akhirnya memanfaatkan peluang ini dengan jalan yang ditempuh yaitu memberi kesempatan kepada rakyat Indonesia yang terpelajar untuk menjadi pegawai pemerintahan di negeri sendiri. (Muhammad Rijal Fadli & Dyah Kumalasari, 2019) Gebrakan lainnya yang juga dilakukan adalah melakukan propaganda kepada rakyat untuk mewujudkan cita-cita pemerintahan Jepang menuju kemenangan Perang Asia Raya, serta memberikan janji kemerdekaan untuk Bangsa Indonesia. Jepang juga memberikan doktrin pada masyarakat Indonesia bahwa mereka adalah saudara tua.

Pada tahun 1943, rakyat Indonesia dari kalangan yang terpelajar segera merapatkan barisan demi mewujudkan hak dan kewajiban yang diterima dari Pemerintah Jepang. Guna mempersiapkan pembangunan Djawa Baroe, pergerakan- pergerakan, dan Poesat Tenaga Rakjat, beberapa tokoh mengadakan rapat persiapan untuk membantu Dai Nippon. Mereka adalah Soekarno, Mohammad Hatta, Sartono, Soemanang, K.H. Mas Mansur, Mr. Amir Sjarifoedin, Soetardjo Kartohadikoesoemo, Soekardjo Wirjopranoto, Otto Iskandar Dinata, Mr. R. Samsoedin, dan Ki Hadjar Dewantara. Ketika itu, ada kabar bahwa Perdana Menteri Jepang Hideki Tojo akan melakukan kunjungan ke Jawa. Tokoh-tokoh terkemuka yang pada saat itu diwakili oleh Soekarno dalam pidatonya menyatakan tekad bulat rakyat Indonesia akan siap bekerja bersama Pemerintah Bala Tentara Dai Nippon untuk lekas mewujudkan cita-cita Dai Nippon. (Djawa Baroe, 01 Januari 1943)

Pada tanggal 16 Juni 1943 Perdana Menteri Hideki Tojo menerangkan bahwa rakyat tanah Jawa akan mendapatkan bagian bekerja sebagai pejabat pemerintahan dalam negeri. Momentum tersebut disampaikan langsung secara resmi dalam sidang parlemen ke-82 di Jepang. Untuk menindaklanjutinya, Pemberitahuan Perdana Menteri Hideki Tojo tersebut segera disampaikan kepada rakyat di Jawa oleh pihak-pihak yang berkewajiban. Soekarno yang ketika itu didapuk mewakili seluruh rakyat Jawa kemudian menyampaikan pesannya kepada Pejabat Saikou Shikikan di Jakarta supaya segera disampaikan kepada Pemerintah Agung di Tokyo, Jepang. (Nippon Eigasha Djawa. 1943) Ia menyampaikan sebagai berikut:

Kami berjanji akan bekerja sepenuh-penuh tenaga bersama dengan Pemerintah Bala Tentara agar supaya kemenangan akhir dalam peperangan Asia Timur Raya lekas tercapai. Percayalah Paduka Yang Mulia Panglima Besar, bahwa kami akan setia menjalanken kewajiban yang kami terima untuk menjalanken cita-cita yang suci yang dituju oleh Bala Tentara Dai Nippon. Kami percaya bahwa dengan ikutnya orang- orang Indonesia dalam pemerintahan negeri, rakyat akan memperbanyak tenaganya untuk menyiapken segala alat yang perlu, untuk meruntuhken kekuatan Inggeris dan Amerika dan Belanda. Kami mohon kepada Paduka Tuan, sudilah kiranya paduka tuan menyampaiken ucapan terima kasih serta perjanjian kami ini kepada Pemerintah Agung di Tokyo. Sekian Paduka Tuan.“, ujar Soekarno kepada Saiko Sikikan di Jakarta, 1943, dalam (Nippon Eigasha Djawa, 1943).

Perdana Menteri Hideki Tojo akhirnya datang ke Jawa pada tanggal 7 Juli 1943. Mula-mula Ia datang ke Jakarta dengan disambut ribuan rakyat yang sudah berkumpul di Lapangan Gambir. Perdana Menteri Hideki Tojo menjelaskan bahwa Jawa merupakan keluarga dari bangsa Asia Timur Raya, oleh karenanya Perdana Menteri Hideki Tojo akan membimbing rakyat supaya lebih giat dalam menyiapkan tenaga untuk mempersiapkan diri menghadapi peperangan sehingga lekas tercapai cita-cita membangunkan Asia Timur Raya. (Djawa Baroe, 15 Juli 1943) Dalam kesempatan tersebut, Soekarno sebagai wakil dari rakyat Indonesia menyampaikan kepastian kepada Perdana Menteri Hideki Tojo bahwa rakyat Indonesia semakin setia dan yakin terhadap pemerintahan Dai Nippon serta mendukung segala upaya Dai Nippon dalam hal melawan kekuatan bangsa Barat. Pesan-pesan tersebut dituliskan langsung melalui secarik kertas kemudian dipidatokan, berikut isinya: (Nippon Eigasha Djawa, 1943)

Paduka yang mulia, kami bertambah setia kepada Dai Nippon, bertambah yakin bahwa peperangan Asia Timur Raya yang Dai Nippon lakuken sekarang ini ialah peperangan yang suci untuk mengembaliken Asia kepada bangsa Asia, mengembaliken negeri-negeri itu kepada rakyatnya masing- masing dan menyusun negeri-negeri itu di dalem satu lingkungan kekeluargaan dan kemakmuran bersama dibawah pimpinan Dai Nippon. Paduka yang mulia, sekali lagi kami mengucap terima kasih atas pemberian tuan dan terima kasih atas kedatangan tuan. Kami diberdiri di belakang tuan dan berdiri di belakang Dai Nippon. Kami serahkan segenap kami punya semangat dan tenaga kepada peperangan sekarang ini. Hidup Dai Nippon. Hancurleburlah kekuatan Inggris dan Amerika. Sekianlah Paduka Tuan. ujar Soekarno dalam pidatonya kepada Perdana Menteri Hideki Tojo di Lapangan Gambir, Jakarta, 1943. (Nippon Eigasha Djawa, 1943).

2. Peran Dalam Chuo Sangi-In

Pada tanggal bulan Oktober 1943 dibentuk Chuo Sang-In yang merupakan organisasi pemerintahan dalam negeri di bawah pengawasan Saikou Shikikan (Panglima Tertinggi Pemerintah Pendudukan Jepang). Kedudukan Chuo Sangi-In pada saat itu bertindak sebagai Dewan Pertimbangan Pusat. Di samping itu, pada tingkat pemerintahan lokal di daerah keresidenan juga dibentuk Chuo Sangi Kai atau Dewan Pertimbangan Keresidenan. Chuo Sangi-In adalah wajah baru dari Volksraad atau Dewan Rakyat semasa Hindia-Belanda. Terbentuknya organisasi ini, maka terjadi dukungan antara Indonesia kepada Jepang maupun sebaliknya, yakni Jepang kepada Indonesia semakin terjalin erat. Hal tersebut juga terlihat dalam film propaganda Jepang berjudul Berita Film di Djawa: Bezoek generaal Tojo en instelling van de centrale raad van advies tahun 1943 dinyatakan bahwa dengan telah dibentuknya Chuo Sangi-In, maka Jepang telah mendapat dukungan penduduk Jawa dengan jumlah 50 juta jiwa tenaga kerja. (Nippon Eigasha Djawa, 1943) Anggota-anggota Chuo Sangi In berjumlah 23 orang. Mereka dilantik secara resmi pada tanggal 4 Oktober 1943. (Djawa Baroe, 1 Oktober 1943)

Soekarno termasuk salah satu anggota dari organisasi tersebut. Pada saat yang sama, Ia juga menempati jabatan lain sebagai Pemimpin Besar Poesat Tenaga Rakjat dan anggota Tata Negara di Jakarta, bahkan juga dilantik sebagai San Jo di Gunseikanbu bagian Urusan Umum. (Djawa Baroe, 1 Oktober 1943) Soekarno juga akhirnya dipilih sebagai Ketua Sidang Chuo Sangi-In yang diselenggarakan tanggal 17 Oktober 1943. (Djawa Baroe, 1 November 1943) Dalam sidang Chuo Sangi-In, Soekarno pernah menyampaikan orasinya tentang keadaan peperangan Asia Timur Raya yang semakin parah. Ia meminta supaya dukungan oleh rakyat kepada pemerintah Jepang bertambah solid, karena perjuangan demi menciptakan “masyarakat baru” tidak akan lekas tercapai apabila tidak mendukung Jepang. Dukungan rakyat sangat berarti, sehingga rakyat juga dihimbau selalu siap dan waspada apabila musuh datang menyerang. Rakyat harus gagah berani dalam misi mempertahankan negeri, bersedia berjuang mati-matian melawan musuh hingga tiba saatnya kemenangan akhir. Berikut pernyataan Soekarno:

Saudara-saudara, peperangan Asia Timur Raya belum berakhir, peperangan itu kini malahan memuncak, menghebat, mendahsyat. Kita musti senantiasa siap dan bersedia meneruskan perjuangan ini dengan hati yang teguh dan tetap. Masyarakat baru yang kita sedang susun itu tak mungkin kekal kalau kita tidak mencapai kemenangan akhir, karena itu marilah kita teruskan perjuangan ini sampai ke ujung-ujungnya, tahanlah menderita, tahanlah kesukaran, kebesaran kita tidak dapat kita capai di atas kasur bantalnya kesenangan, kebesaran kita itu hanyalah bisa kita capai di dalam api unggunnya perjuangan. Musuh kini mulai menyerang negeri kita, tapi kita dengan hati gagah berani harus mempertahankan tanah air itu. Marilah saudara-saudara bersiap, bersiap, bersedia, melawan mati-matian kepada musuh sampai kemenangan akhir.”, ujar Soekarno dalam forum Chuo Sangi-In di Jakarta, 1943. (Nippon Eigasha Djawa, 1943).

3. Pembentukan Pusat Tenaga Rakyat

Pada bulan November tahun 1942, empat tokoh bangsa Indonesia seperti Soekarno, Mohammad Hatta, Ki Hadjar Dewantara, dan KH. Mas Mansur diberikan kesempatan oleh Pemerintah Jepang untuk merencanakan penyatuan seluruh tenaga rakyat Indonesia. Pada bulan Desember 1942, organisasi tersebut dinamakan Persatuan Tenaga Rakjat dengan diketuai oleh Soekarno, dibantu oleh Mohammad Hatta, Ki Hadjar Dewantara, dan KH. Mas Mansur. (Djawa Baroe, 1 Januari 1943) Organisasi ini kemudian berganti nama menjadi Pusat Tenaga Rakyat (PUTERA) yang merupakan organisasi propaganda Jepang di Indonesia untuk menarik simpati rakyat Indonesia mendukung Jepang dalam Perang Dunia II. Putera dibentuk dengan tujuan untuk menjadi bagian dari bentuk meyakinkan rakyat Indonesia untuk mendukung Jepang adalah dengan membentuk berbagai organisasi salah satunya adalah Pusat Tenaga Rakyat atau yang sering disebut sebagai PUTERA. Majalah Djawa Baroe tahun 1943 menginformasikan dukungan Indonesia atas Jepang. Informasi yang memuat peringatan satu tahun Perang Asia Timur Raya tersebut berbunyi:

“Pada hari 8 Desember; hari memperingati genap setahoen perang Asia Timoer Raya, telah diadakan Oepatjara poedja Pembangoenan Asia Raya didalam soeasana jang mengandoeng kebesaran diseloeroch poelan Djawa. Teristimewa poela, rapat besar oemoem jang diadakan dilapangan Gambir Djakarta pada djam 10 pagi hari terseboet, dikoendjoengi oleh segenap pem-besar Pemerintah Balatentara Dai Nippon, pendoedoek bangsa Nippon, semoea pegawai Pemerintah bangsa Indonesia, perkoempoelan pemoeda, moerid” sekolah dan rakjat oemoem jang djoemlahnja k.l. 30.000 orang. Terlebih dahoeloe Ketoea rapat besar P. T. Nakajama; Somoe boetjo Goen-seikanboe mengadakan pedato pemboekaan, kemoedian Pemimpin besar ke-hormatan Rapat besar P. J. M. Lt. Djenderal Okazaki: Goenseikan berpedato jang maksoednja sebagai penjamboetan. Setelah itoe, Ketoea kehormatan Rapat besar toean Ir. Soekarno sebagai wakil rakjat Indonesia, menjatakan boelatnja semangat rakjat serta bersoempah akan bekerdja sekoeat-koeatnja oentoek menjokong membangoenkan masjarakat baroe. Pendoedoek jang toeroet hadliri itoe menjamboet pidato itoe dengan tampik sorak rioeh rendah sebagai tanda bahwa mereka mengarti akan aliran zaman dan menoendjoekkan niatannja akan membantoe pembangoenan baroe itoe!” (Djawa Baroe, 01, Januari 1943).

Pada tanggal 9 Maret 1943, Putera mengadakan rapat besar berlokasi di Lapangan Ikada Gambir, Jakarta. Rapat ini dihadiri oleh ribuan rakyat Indonesia. Masyarakat yang hadir bukan hanya dari Jakarta saja, namun juga dari luar Jakarta. Rapat dibuka pada pukul 5 sore tepat kemudian dilakukan pidato secara bergantian antara pejabat Jepang dengan tokoh-tokoh Indonesia maupun pejabat Indonesia. Empat serangkai pendiri Putera hadir dalam rapat besar ini serta menyampaikan orasi pidatonya masing-masing dengan tujuan supaya rakyat mengetahui dan segera mendaftarkan diri menjadi bagian dari Putera. (Djawa Baroe, 15 Maret 1943) Pada tanggal 16 April 1943, Putera mengadakan upacara di kantor baru yang terletak di bekas gedung Sekolah Strad Mulo di Jalan Sunda, Kota Jakarta. Dalam suasana tersebut, Soekarno selaku ketua Putera dengan semangat bergelora menyampaikan pidatonya sebagai berikut:

Pada hari ini, kita akan menyaksikan satu kejadian penting di dalam sejarah Putera itu dan di dalam sejarah Indonesia. Pada hari ini akan dibuka dengan perkenan Paduka Gunseikan dengan resmi Kantor Besar Putera. Di dalam ruangan-ruangan Kantor Besar ini akan dilambangkan perasaan-perasaan, keinginan-keinginan, kehendak rakyat Indonesia, membantu Pemerintah Bala Tentara menyusun satu masyarakat baru yang gemilang. Di dalam ruangan-ruangan Kantor Besar ini akan selalu berapi- api semangat bekerja sama, antara Jepang dan Indonesia. Mulai pada hari ini kami rakyat Indonesia akan bekerja keras secara organisatoris di belakang saudara-saudara tua. Kami minta bantuan dari saudara-saudara tua, dan terutama sekali petunjuk dari saudara-saudara tua, putera- puteranya dari satu negeri dan rakyat yang gagah berani, yang mulia, yang besar.” (Djawa Baroe, 1 Mei 1943)

Pernyataan dukungan atas Indonesia kepada Jepang tidak hanya dilakukan satu kali, pada kesempatan lainnya yang termuat dalam majalah Djawa Baroe, 15 Juli 1943, Soekarno sebagai wakil Indonesia memberikan pernyataan bahwa:

“Kami bertambah setia kepada Dai Nippon, bertambah jakin, bahwa peperangan Asia Timoer Raja jang Dai Nippon lakoekan sekarang ini, ialah peperangan jang soetji, oentoek mengembalikan Asia kepada bangsa Asia, mengembalikan negeri-negeri Asia kepada ra’jatnja masing-masing, dan menjoesoen negeri-negeri itoe dida-lam satoe lingkoengan kekeloeargaan dan kema’ moeran bersama, dibawah pimpinan Dai Nippon” (Djawa Baroe, 15 Juli 1943).

a. Romusha

Romusha adalah istilah untuk menyebut pekerja paksa yang direkrut oleh Pemerintah Jepang selama pendudukan di Indonesia untuk bekerja pada proyek- proyek militer dan infrastruktur. Proses perekrutan romusha dilangsungkan dengan cara yang manusiawi sebagaimana memberikan lowongan kerja. Mereka diberikan janji-janji kesejahteraan, pemberian upah, istirahat, dan fasilitas-fasilitas yang layak. Untuk mengajak rakyat menjadi romusha, Pemerintah Jepang melalui bantuan tokoh-tokoh Indonesia yang tergabung dalam Putera melaksanakan berbagai cara, misalnya mengumumkan secara langsung dalam rapat besar di lapangan terbuka, dengan cara mempublikasikan siaran film-film, radio, dan media cetak (surat kabar dan majalah). (Nippon Eigasha, 1943)

Dalam sebuah kesempatan di lokasi proyek bekerja secara sukarela, anggota-anggota Chuo Sangi-In memastikan kepada Saiko Shikikan bahwa pelaksanaan kegiatan Poetera telah berjalan dengan baik sebagaimana mestinya. Mereka memberikan dukungan moral dan materil kepada para pekerja sukarela di lokasi proyek baik di pekerjaan umum maupun di lapangan. Kegiatan mereka misalnya menambah pasokan pangan dan pakaian serta memberi contoh langsung bekerja proyek. Bersama 500 orang laki-laki pekerja sukarela (romusha), mereka anggota-anggota Chuo Sangi-In telah bekerja selama seminggu. Namun, tidak sampai pekerjaan selesai, Soekarno segera melawat ke Jakarta berkenaan dengan janji kemerdekaan Indonesia oleh Jepang.(Djawa Baroe, 1 Oktober 1943) Dukungan Soekarno lainnya atas terbentuknya organisasi yang menghimpun pekerja sukarela ini dapat disimak dalam Film Propaganda Jepang berjudul “Nampo-Hodo (20)” sebagai berikut:

Ini hari kita mulai bekerja. Saya tahu bahwa ini pekerjaan adalah berat bagi saudara-saudara. Oleh karena saudara-saudara tidak biasa bekerja sama, tetapi jikalau saudara ingat akan hebatnya pengorbanan yang dikerjakan oleh prajurit-prajurit Dai Nippon dan prajurit Indonesia di medan peperangan dan inget akan korbanan romusha biasa. Maka saudara-saudara tidak akan memandang berat akan pekerjaan itu. Saudara-saudara, kalau saudara juga inget kalau tiap-tiap titik keringet yang saudara teteskan di bumi kita ini menjadi racun bagi musuh dan satu butir batu yang saudara angkat menjadi peluru bagi musuh yang akan menghancurleburkan bangsa itu, maka saudara-saudara akan bekerja dengan giat. Marilah saudara-saudara kita mulai bekerja. Sekarang kepalkan saudara punya tangan semuanya. Mari kita dengungkan bersama- sama semboyan kita. Tiruken perkataan saya. Hancurkanlah. Musuh kita. Yaitu. Inggeris, Amerika, Belanda.” ujar Soekarno dalam pidatonya kepada pekerja di lokasi proyek, 1944, dalam Nippon Eigasha Djakarta, (1944).

Dukungan atas Jepang yang diwakilkan oleh Soekarno sejatinya tidak terlepas dari latar belakang pendudukan Belanda. Poin pendukung lainnya adalah masifnya propaganda Jepang untuk meyakinkan bahwa mereka yang memberikan dukungan kemerdekaan Indonesia dan menghapus imperialisme serta kolonialisme Barat, namun secara langsung dukungan ini secara tidak langsung memberikan pernyataan bahwa Indonesia berada dibawah kuasa Jepang.

Salah seorang pekerja romusha bernama Rosihan Anwar dalam Majalah Djawa Baroe mengemukakan kesan-kesannya. Menurutnya, bekerja dan menggiatkan diri di suatu tempat bersama dengan 400 orang pekerja romusha lainnya dari beragam latar belakang hanyalah satu hal biasa, tetapi juga ada persamaaan dan persatuan yaitu keinginan hendak berbakti bagi kepentingan mewujudkan cita-cita Asia Timur Raya. Para pekerja tampak semangat sekali bekerja. Ia menirukan ucapan Pemimpin Romusha Soekarno bahwa “Tiap batu yang diangkat menjadi peluru bagi musuh, tiap keringat yang diteteskan menjadi bisa bagi musuh”. Menurutnya kalimat itu terus mendengung di telinga setiap pekerja sampai hari penghabisan dan dengan semangat kuat terkandung dalam kalimat itu, mereka akan senantiasa bekerja. (Djawa Baroe, 15 Oktober 1944)

Fakta-fakta aktivitas romusha antara yang janjikan ketika masa perekrutan dengan masa bekerja di lapangan ternyata berbeda sekali dengan yang dipropagandakan melalui media cetak maupun film propaganda. (Nippon Eigasha Djawa, (1943)) Rakyat yang tergabung dalam Putera kemudian menjadi tenaga kerja romusha dipaksa bekerja keras dalam kondisi yang sulit dan tidak manusiawi, dengan sedikit makanan dan perawatan kesehatan yang buruk. Banyak Romusha yang meninggal atau menderita akibat perlakuan yang tidak manusiawi selama masa pendudukan Jepang. Romusha diambil dari rakyat Indonesia yang dipaksa meninggalkan keluarga dan pekerjaan mereka untuk bekerja pada proyek-proyek Jepang. Mereka bekerja dalam kondisi yang sangat berat, dengan jam kerja yang panjang dan tanpa upah yang layak. Banyak dari mereka yang tidak kembali ke keluarga mereka karena meninggal atau sakit akibat perlakuan yang tidak manusiawi. Penggunaan Romusha merupakan salah satu kebijakan Jepang yang sangat berdampak buruk bagi rakyat Indonesia selama masa pendudukan Jepang.

Kehidupan romusha di lapangan amat menyedihkan sehingga korban jiwa terus berguguran akibat kekurangan makanan, terkena berbagai penyakit serta minim perawatan dan obat-obatan, terpaksa mengkonsumsi makanan tidak lazim seperti cecak, ular, tikus, umbi beracun, dll. demi tetap dapat bertahan hidup. Para pekerja romusha di Jawa diperintahkan mengerjakan proyek-proyek militer dan infrastruktur, seperti jalan raya, jalur kereta api, lapangan terbang, dll. (Nippon Eigasha Djawa, 1944) Dalam melaksanakan pekerjaan-pekerjaan seperti ini para pekerja romusha dituntut bekerja terus menerus tidak kenal waktu, misalnya pada proyek jalur kereta api Saketi-Bayah-Cikara sejauh 83 km di Banten dan Muaro- Pekanbaru sejauh 220 km di Sumatera. Kedua jalur kereta api ini dibangun dengan tujuan untuk memfasilitasi tambang batubara. Jalur kereta api di kedua proyek tersebut melintasi medan yang sulit digapai, misalkan pegunungan, rawa-rawa, dan sungai berarus deras. Pada akhirnya di proyek Jalur kereta api Muaro-Pekanbaru menggugurkan sekitar 27.500 korban jiwa dengan sekitar 25.000 korban jiwa diantaranya adalah romusha. Selain itu, para romusha juga dikirim ke luar negeri yang masih dalam wilayah pendudukan Jepang seperti di Thailand dan Burma. Mereka diperintahkan untuk membangun jalur kereta api di sana dengan rute menghubungkan Thailand dengan Burma sejauh 420 km. (Tim Telaga Bakti Nusantara, Asosiasi Pakar Perkeretaapian, 1997)

4. Organisasi Kemiliteran

Organisasi yang dibentuk pada masa pendudukan Jepang di Indonesia pada dasarnya diperlukan untuk memperkuat posisi Jepang dalam rangka memobilisasi sumber daya di Indonesia. Organisasi-organisasi ini memiliki tujuan untuk mendukung upaya perang Jepang dan mempertahankan pengaruhnya di wilayah Indonesia. Beberapa organisasi yang dibentuk pada masa itu memiliki fokus pada bidang militer, keamanan, dan sosial. Adapun beberapa organisasi tersebut yang berfokus pada tujuan militer misalnya Pembela Tanah Air (PETA), Barisan Pelopor, Barisan Berjibaku, dan Giretsu Tai. Dalam beberapa organisasi ini Soekarno sebagai wakil dari bangsa Indonesia beberapa kali terlibat di dalamnya yang akan pada sub sub bab berikut ini.

a. Pembela Tanah Air (PETA)

Pembela Tanah Air (PETA) adalah organisasi keprajuritan yang menerima pendaftaran keanggotaan dari kalangan penduduk untuk melatih mereka menjadi prajurit handal di medan peperangan Asia Raya. Pembentukan organisasi ini bermula ketika pada tanggal 10 November 1943, Soekarno bersama Mohammad Hatta dan Ki Bagoes Hadikoesoemo datang ke Jepang. Mereka membawa misi rencana untuk mendirikan Badan Pembantoe Paradjoerit Pembela Tanah Air. (Djawa Baroe, 15 Desember 1943) Kemudian dalam persidangan ketiga yang diselenggarakan oleh Chuo Sangi-In, didapati putusan bahwa akan dibentuk organisasi kemiliteran untuk membela tanah air dari serangan musuh. (Djawa Baroe, 15 Juli 1944).

b. Barisan Pelopor

Barisan Pelopor adalah organisasi yang dibentuk untuk meningkatkan semangat cinta tanah air dan solidaritas rakyat. Soekarno terlibat dalam pembentukan Barisan Pelopor, sebab ialah yang mengusulkannya pada tanggal 25 Juli 1944 dalam sidang Chuo Sangi-In hingga akhirnya resmi diumumkan sebagai perkumpulan tersendiri pada 15 Agustus 1944. Organisasi ini melatih kemiliteran dengan alat sederhana dan beranggotakan pemuda dari berbagai latar belakang. Tujuan sebenarnya adalah mendukung Jepang dalam Perang Dunia II untuk menyatukan solidaritas di kalangan pemuda Indonesia. (Djawa Baroe. 15 Oktober 1944).

Pada tahun 1945 Soekarno masih terlibat dalam Barisan Pelopor. Pada tanggal 12 Februari 1945 ketika diadakan permusyawaratan pengurus Barisan Pelopor, Soekarno menerima sumbangan uang sejumlah f.211.906.67 yang merupakan uang sumbangan dari rakyat Bogor Shuu untuk kepentingan Fonds Perang dan Kemerdekaan. (Djawa Baroe, 1 Maret 1945).

c. Barisan Berdjibaku dan Giretsu Tai

Barisan Berdjibaku adalah gerakan yang berpangkalan di daerah Madiun, Jawa Timur. Gerakan ini dibentuk untuk menggelorakan perasaan seluruh penduduk Jawa terutama wanita dan kanak-kanak. Gerakan Berdjibaku diumumkan secara resmi sebagai organisasi pada akhir November 1944 oleh Soekarno. Penduduk di Jawa segera merespon dengan mendaftarkan dirinya sebagai bagian dari Barisan Berdjibaku. Hingga akhir November 1944 jumlah anggota Barisan Berdjibaku telah mencapai 1.200 orang dari seluruh Jawa. Di tempat lain, misalnya di Ngawi juga diadakan gerakan serupa dengan nama “Giretsu Juku” yang akhirnya berubah menjadi “Giretsu Tai” dengan jumlah anggotanya terdiri atas 1.000 orang. (Djawa Baroe, 15 Januari 1945)

5. Janji Kemerdekaan Indonesia

Dukungan Indonesia terhadap Jepang tidak didapatkan dengan mudah. Salah satu janji Jepang adalah kemerdekaan Indonesia. Kemerdekaan yang telah berpuluh-puluh tahun diharapkan untuk bebas dari penguasaan Pemerintah Kolonial Belanda. Kedatangan Jepang memberikan harapan baru bahwa mereka akan melepaskan Indonesia untuk sepenuhnya menjadi negara yang berdaulat. informasi atas janji kemerdekaan Jepang termuat pada beberapa publikasi seperti yang tecantum dalam Djawa Baroe 15 september 1944 sebagai berikut:

“Kepada 70 djoeta bangsa Indonesia telah diper-kenankan kemerdekaannja dikemoedian hari, jaitoe kemerdekaan jang berabad-abad lamanja dihasratkan oleh bangsa Indonesia. Tanggal 7, boelan 9, tahoen 2604, pada permoelaan Sidang Istimewa Teikoku Gikai ke-85 di Tokyo, Perdana Menteri Koiso mengoemoemkan dalam pidato beliau, bahwa segenap bangsa Indonesia diperkenankan kemerdekaannja dikemoedian hari, soeatoe ma’loemat jang soenggoeh haroes ditjantoem-kan kedalam sedjarah doenia. Dengan itoe Keradjaan Dai Nippon telah mendjaminkan terwoedjoednja idam-idaman bangsa Indonesia didepan doenia seloeroehnja. 350 tahoen lamanja bangsa Indonesia selaloe sengsara dan menderita dibawah penindasan Belanda, bahkan kebanggaan sebagai bangsapoen tidak dihargai sedi-kitpoen. Bagi bangsa Indonesia jang keadaannja sedemikian itoe, sekaranglah fadjar moelai menjing-sing.”

Janji kemerdekaan ini disambut baik oleh elit politik pada masa itu salah satunya adalah Soekarno yang dianggap mewakili segenap rakyat Indonesia. Pada pemberitaan dalam Djawa Baroe 15 September 1944 Soekarno menyatakan bahwa:

“Padoeka Jang Moelia Saikoo Shikikan! Dengan hati jang terharoe, kami menerima peng oemoeman, bahwa Keradjaan Dai Nippon memperke- nankan kemerdekaan segenap bangsa Indonesia dike-moedian hari. Hati dan djiwa kami meloeaplah dengan rasa-terima kasih jang sechidmat- chidmatnja kepada J. M. M. TENNO HEIKA, jang bermoerah hati memperkenankan terkaboelnja tjita-tjita kami jang te-lah berpoeloeh- poeloeh tahoen itoe. Dengan hormat, saja atas nama segenap rakjat Indonesia, meminta ke pada Padoeka Toean, soepaja Padoeka Toean memper-sembahkan terima kasih kami kebawah doeli. J. M. M. TENNO HEIKA. Padoeka Toean! Didalam pengoemoeman Keradjaan Dai Nippon itoe, tidak dinjatakan sa’atnja Indonesia diperkenankan merdeka, ketjoeali dengan kata-kata ,,dikemoedian hari”. Indonesia itoe kepada Jang Maha Moelia. Jang Maha Moelialah terlebih bidjaksana. Jang Maha Moelialah terlebih mengetahoei. Kami hanja insaf, bahwa lekas atau lambatnja sa’at itoe datang, adalah tergantoeng daripada besar atau ketjilnja oesaha kami oentoek mendapat ketjakapan ketjakapan jang perloe boeat kemerdekaan, dan dari pada besar atau ketjilnja oesaha kami oentoek mem-bantoe lekas tertjapainja kemenangan-achir peperang-an Asia Timoer Raja. Oleh karena itoe, kami bangsa Indonesia, jang me-mang dari doeloe ingin bersatoe dan ingin merdeka, kami akan bekerdja sekeras-kerasnja oentoek menda-pat ketjakapan-ketjakapan dan sifat-sifat jang perloe oentoek kemerdekaan itoe, dan akan berdjoeang mati-matian oentoek membantoe Dai Nippon mentjapai ke-menangan achir!”

Di akhir sambutannya Soekarno mengatakan:

“Semati-sehidoep dengan Dai Nippon sebeloem mentijapai kemerdekaan, estetan semati-sehidoep dengan Dai Nippon merdekaan!”

Pernyataan Soekarno yang dianggap mewakili rakyat Indonesia memperlihatkan dukungan sepenuhnya terhadap Jepang utamanya kemenangan dalam Perang Asia Timur Raya. Melalui kemenangan di Perang Asia Timur Raya, maka kemerdekaan Indonesia dapat dicapai. Dukungan ini justru berbanding terbalik dengan sikap awal Soekarno yang ingin memanfaatkan Jepang untuk kemerdekaan Indonesia. Dukungan terhadap Jepang memang untuk mencapai kemerdekaan, namun hanya sebatas menghancurkan kolonialisme dan imperialisme Barat, akan tetapi dalam pernyataan yang termuat pada Djawa Baroe menunjukkan bahwa kemerdekaan Indonesia tidak lain adalah pemberian Jepang.

C. Tokoh Soekarno dan relevansinya terhadap pembentukan karakter

Sebagai tokoh dengan nama besar, Soekarno memiliki peran penting atas tercapainya kemerdekaan Indonesia. Terlepas dari berbagai hal yang menjadi latar belakang, namun tidak dapat dipungkiri bahwa peran utama Soekarno untuk terus memberikan pengaruh pada rakyat terhadap bahaya imperialisme dan kolonialisme. Kepemimpinan Soekarno menjadi bagian penting dari sejarah kemerdekaan bangsa Indonesia. Hal tersebut tentunya juga menjadi cerminan untuk generasi saat ini sesuai dengan peran sejarah sebagai media untuk mendidik kelangsungan generasi muda dan masa depan bangsa Indonesia. Cerminan tersebut dapat diaplikasikan dalam pendidikan karakter. Pada dasarnya pendidikan karakter merupakan sistem penerapan nilai-nilai karakter yang meliputi pengetahuan, kesadaran, tekad, kemauan dan tindakan dalam melaksanakan kebaikan terhadap Tuhan, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan serta bangsa dan negara (Rofi’ie: 2017). Berikut adalah nilai dan karakter Soekarno yang dapat diteladani:

1. Kepemimpinan

Jiwa pemimpin Soekarno tidak lahir secara instan. Melalui berbagai pengalaman politik dan tempaan pendidikan, karakter menjadi seorang pemimpin besar ini muncul. Kepemimpinan Soekarno ini menjadikannya pemimpin yang disegani dan berhasil memberikan pengaruh persatuan rakyat Indonesia. Hal tersebut menjadi nilai penting yang harus diimplementasikan oleh seorang generasi penerus bangsa. Bangsa yang besar adalah bangsa yang dapat memimpin dirinya sendiri dan terlepas dari penindasan bangsa lain. Contoh kecil dari nilai ini adalah pemimpin diri sendiri dan bisa mengambil keputusan dengan baik, sedangkan contoh lainnya adalah menjadi seorang pemimpin dalam kelas atau menjadi pemimpin dalam sebuah organisasi sebagai wujud penerapan nilai kepemimpinan dalam kelompok kecil. Implementasi yang lebih luas saat terjun ke masyarakat harus bisa menjadi pemimpin yang visioner dan mementingkan kepentingan bersama.

2. Diplomasi dan Kecerdikan

Soekarno merupakan tokoh besar yang pandai berstrategi. Tidak dapat dipungkiri bahwa keterlibatannya dalam berbagai organisasi bentukan Jepang merupakan bentuk strategi Soekarno dalam mencapai kemerdekaan Indonesia. Karakter yang dimiliki oleh Soekarno ini dapat diimplementasikan pada generasi muda yang harus bisa memanfaatkan setiap kesempatan dan bersikap kritis pada isu-isu yang merugikan bangsa dan negara. Kepiawaian Soekarno dalam mengambil keputusan menjadi salah satu nilai penting untuk diteladani. Sebagai generasi yang melanjutkan kepemimpinan bangsa maka karakter tersebut harus dimiliki, meskipun tetap mempertimbangkan segala bentuk resiko. Kerjasama Soekarno dan Pemerintah Jepang dengan mengorbankan sebagian besar rakyat Indonesia melalui kebijakan-kebijakan yang mengarah pada kerugian bukanlah sesuatu hal yang benar, namun disisi lain hal tersebut merupakan upaya yang harus dilakukan Soekarno untuk mengeluarkan Indonesia dari imperialisme dan kolonialisme Barat.

3. Nasionalisme

Terlepas dari berbagai polemik dan pertentangan dari beberapa kelompok terhadap tokoh Soekarno. Keputusan Soekarno dan komitmennya terhadap kemerdekaan Indonesia cukup besar. Sebagai kelompok nasionalis kemerdekaan dan kemandirian bangsa menjadi tujuan utama Soekarno. Bentuk nasionalisme yang tetap ada dalam diri Soekarno ini misalnya menyetujui pembentukan berbagai organisasi salah satunya PETA, namun tetap memanfaatkan organisasi tersebut untuk wadah persatuan dan kepentingan kemerdekaan Indonesia. Implementasi masa kini dari karakter nasionalis ini adalah menjaga persatuan dan kesatuan yang telah diperjuangkan oleh generasi terdahulu. Bentuk nasionalisme paling sederhana yang dapat dilakukan oleh generasi muda adalah belajar dengan sungguh-sungguh dan memiliki tujuan untuk menjadi pemimpin yang mampu membawa Indonesia menjadi negara maju.

 

KESIMPULAN

Keterlibatan Jepang dalam Perang Asia Timur Raya dan ekspansi industrinya berdampak pada pendudukan Jepang di wilayah Indonesia. Kedatangan Jepang mendapatkan berbagai sambutan dari rakyat Indonesia. Kehadiran Jepang dimanfaatkan oleh sekelompok elit politik di Indonesia termasuk Soekarno. Keputusan Soekarno untuk bekerja sama dengan Jepang mendapat tentangan dari elit politik lainnya karena dianggap sama dalam imperialisme dan kolonialisme yang sebelumnya telah dilakukan oleh Belanda. Bentuk dukungan ini dapat dilihat dalam publikasi surat kabar maupun majalah yang menginformasikan pernyataan Soekarno melalui pidatonya yang mendukung Perang Asia Timur Raya kemenangan Jepang. Guna meyakinkan rakyat Indonesia Jepang memberikan janji atas kemerdekaan dan menerapkan berbagai kebijakan seperti bekerja sama urusan dalam negeri, membentuk Chuo Sangi-In serta organisasi propaganda lainnya seperti PUTERA, PETA, Barisan Pelopor, Barisan Berdjibaku dan Giretsu Tai. Tujuan organisasi tersebut selain memberikan keyakinan kepada rakyat Indonesia juga untuk mobilitas tenaga kerja yang bertujuan mendukung Perang Asia Timur Raya. Soekarno juga sebagai tokoh penting yang diandalkan oleh Jepang, selain latar belakang Soekarno yang anti terhadap Barat dan tujuan kemerdekaan, Soekarno juga mampu meyakinkan rakyat dengan karakter kepemimpinannya. Hal tersebut terlihat pada pekerja Romusha yang selalu mengingat ucapan Soekarno bahwa tetesan keringat mereka akan menjadi bisa bagi musuh. Ucapan tersebut terbukti menjadi semangat bekerja bagi Romusha. Dukungan Soekarno atas Jepang yang menimbulkan kerugian pada rakyat Indonesia bukan sesuatu yang baik, namun cara tersebut dilakukan Soekarno untuk memanfaatkan Jepang dalam rangka kemerdekaan Indonesia, meskipun pada praktiknya menimbulkan kesenjangan antara elit politik dengan rakyat akibat eksploitasi Jepang. Di sisi lain Soekarno memiliki peran dalam sejarah kemerdekaan Indonesia. Hal tersebut tidak terlepas dari nilai penting dalam karakter Soekarno. Nilai yang dapat menjadi aspek pembentukan karakter yaitu kepemimpinan, diplomasi, kecerdikan dan nasionalisme.

 

 

Sumber Referensi

Buku

Adams, C. (2007) Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia. Yogyakarta : Media Pressindo

Djoened, M. Poesponegoro, Notosusanto, N. (2019). Sejarah Nasional Indonesia Jilid 6: Zaman Jepang & Zaman Republik. Jakarta: Balai Pustaka.

Kasenda, P. (2014). Bung Karno Panglima Revolusi. Yogyakarta: Galang Pustaka.

Kuntowijoyo. (2012). Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Bentang Pustaka.

Setiadi, A. (2020). Hidup dan Perjuangan Soekarno Sang Bapak Bangsa.

Yogyakarta: Laksana.

Nusantara, T.T.B., Perkeretaapian, A. P. (1997). Sejarah Perkeretaapian Indonesia Jilid I. Bandung: Angkasa,

Jurnal

Fadli, M.R., Kumalasari, D. (2019). Sistem Ketatanegaraan Indonesia Pada Masa Pendudukan Jepang. Jurnal Sejarah dan Budaya, Vol. 13, No. 2., 2019. https://journal2.um.ac.id/index.php/sejarah-dan-budaya/article/view/10276

Majalah

Anonim. 1943-01-01. Menoedjoe ke Pembangoenan DJAWA BAROE dengan Membantoe Dai Nippon . . . . :. , Rapat Besar Pembangunan Asia Raya. Kedjadian2 Jang Penting Dalam Boelan Jang Lampau. Majalah Djawa Baroe, 1(1). hlm. 4-5, 7-8, 12-13.

Anonim, 1943-03-15. Langkah Pertama Pergerakan “Poetera”. Majalah Djawa Baroe. 6(1). hlm. 7-8.

Anonim, 1943-05-01. Poetera Moelai Melangkah Bekerdja. Majalah Djawa Baroe, 9(1) hlm. 5..

Anonim, 1943-07-15. Perdana Menteri Todjo Melawat ke Djawa. Majalah Djawa Baroe, 14(1). hlm. 11-12.

Anonim. 1943-10-01. Angkatan Anggota Tjoeo Sangi-In: Pelantikan Resmi Pada Tanggal 4 Oktober j.a.d. Pendoedoek di Djawa Bersatoe Padoe. Majalah Djawa Baroe. 19(1). hlm. 6.

Anonim, 1943-11-01. Tjoeo Sangi-In. Majalah Djawa Baroe. 21(1). hlm. 13 Anonim. 1943-12-15. Sedjarah Djawa Baroe Dalam Tahoen 2603: Nopember.

Majalah Djawa Baroe. 24(1). hlm. 9Anonim. 1944-07-15. Djawa Sentotai!.

Majalah Djawa Baroe. 14(2). hlm. 3.

Anonim. 1944-10-01. Bekerdja soeka rela dan toean Soekarno berdiri di depan.

Majalah Djawa Baroe. 19(2). hlm. 6.

Anonim, 1944-10-15. Bekerdja! oleh Rosihan Anwar: Beberapa Kesan Dari Rombongan Romusha Soekarela Ke-1. Majalah Djawa Baroe. 20(2). hlm. 28, 30.

Anonim. 1945-01-15. ”Giretsu Juku” Didirikan di Tempat Munculnya Barisan Berdjibaku. Majalah Djawa Baroe,

Anonim. 1945-03-01. Berita Gambar. Majalah Djawa Baroe. 5(2). hlm. 25.

Video

Nippon Eigasha. (1943). Barisan Pekerdja, [Video]. Youtube: Nederlands Instituut voor Beeld en Geluid No. PGM25358. https://www.youtube.com/watch?v=avAwCCRykH8

Nippon Eigasha Djawa. (1943). Berita Film di Djawa: Bezoek generaal Tojo en instelling van de centrale raad van advies (1943). [Video]. YouTube: Nederlands Instituut voor Beeld en Geluid No. PGM25312. https://youtu.be/umb_fnXQWxg?si=nAlAIqLkH2vMRUUt

Nippon Eigasha Djawa, (1944). Kehidoepan Baroe (1944). [Video]. YouTube: Nederlands Instituut voor Beeld en Geluid No. PGM26612. https://youtu.be/wL6QWAiz4t8?si=sNEK06jf8Bbr8YdM

Nippon Eigasha Djawa, (1944). Oentoek Membangoenkan Asia Baroe (1944).[Video]. YouTube: Nederlands Instituut voor Beeld en Geluid No. PGM26790. https://youtu.be/lfOWtEhlY_U?si=swBXxgMPdEc02LK4

Nippon Eigasha Djakarta. (1944). Nampo-Hodo (20). [Video]. Youtube: Nederlands Instituut voor Beeld en Geluid No. PGM79593. https://youtu.be/FOD1x0PSaWQ?si=EpjERFVNyN6Zabk6

Komentar