Oleh: Dadan Adi Kurniawan

Staff Pengajar di Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Sebelas Maret, Surakarta

Wayahe nggarap yo nggarap le tenanan, wayahe dolan yo dolan, kumpul srawung karo sedulur, tonggo lan kancane”

(Waktunya mengerjakan ya mengerjakan dengan sungguh-sungguh, waktunya main ya main, berkumpul dan bertegur sapa dengan saudara, tetangga dan teman)


BACA DULU BUKU PEDOMAN PENULISAN SKRIPSI

Untuk menyusun Proposal Skripsi (BAB 1-3) atau lebih-lebih bagi yang sudah terjun jauh dalam penyusunan skripsi, pastikan Anda sudah membaca dengan cermat Buku Pedoman Penulisan Skripsi yang diterbitkan FKIP UNS. Banyak kasus, mahasiswa menyusun skripsi tetapi giliran ditanya sudahkah membaca buku pedoman penulisan skripsi? Jawabnya “belum membaca pak/bu” atau “sudah membaca tetapi baru sekilas pak/bu“. Hal-hal teknis mendasar yang harusnya sudah gamblang tetapi sering kali masih salah hanya gara-gara belum mencermati buku pedoman penulisan skripsi. Akhirnya memperlama/memperlambat proses pembimbingan. Sebelum pergi ke medan laga, kita pelajari dulu aturan mainnya”.


KEMUDIAN BACA BUKU-BUKU BABON METODOLOGI PENELITIAN HISTORIS

  1. Kuntowijoyo. (2003). Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana (edisi ke-2). WAJIB DIBACA
  2. Sartono Kartodirjo. (2016). Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak.
  3. Louis Gottschalk. (2006). Mengerti Sejarah (terjemahan oleh Nugroho Notosutanto). Jakarta: UI Press.
  4. Dudung Abdurrahman. (1999). Metode Penelitian Sejarah. Ciputat: Logos Wacana Ilmu.
  5. M. Dien Madjid & Johan Wahyudi. (2017). Ilmu Sejarah. Depok: Prenadamedia Group.
  6. Helius Sjamsuddin. (2007). Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak.
  7. H. Sulasman. (2014). Metodologi Penelitian Sejarah : Teori, Metode, Contoh Aplikasi. Bandung: Pustaka Setia.
  8. G.J. Garanghan. (1957). A Guide to Historical Method.
  9. Sugeng Priyadi. (2012). Metode Penelitian Pendidikan Sejarah. Yogyakarta: Ombak.
  10. Kuntowijoyo. (2013). Ilmu Sejarah. Tiara Wacana.
  11. Taufik Abdullah & Abrurrachman Surjomiharjo. (1985). Ilmu Sejarah dan Historiografi: Arah dan Perspektif. Jakarta: Gramedia
  12. Bambang Purwanto. (2006). Gagalnya Historiografi Indonesiasentris. Yogyakarta: Ombak.
  13. R. Moh. Ali. (2005). Pengantar Ilmu Sejarah Indonesia. Yogyakarta: LKiS
  14. Taufik Abdullah. (2010). Sejarah Lokal di Indonesia. Yogyakarta: UGM Press.
  15. Mona Lohanda. (2011). Membaca Sumber Menulis Sejarah. Yogyakarta: Ombak.

Catatan: Jangan sampai penelitiannya Historis, tetapi buku-buku yang dicantumkan malah buku-buku Metodologi Kualitatif.


RINCIAN PENJELASAN TIAP BAB (BAB I – TOTALAN)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

  1. Berisi runtutan keadaan/fenomena-fenomena yang menstimulus (merangsang, menggugah) peneliti ingin mengangkat judul dan mengungkap misteri di dalamnya.
  2. Latar belakang masalah menyajikan keadaan-keadaan/fenomena yang tidak sesuai antara seharusnya dan kenyataannya (konsep Das SollenDas Sein: harusnya begini, realitanya begitu). Kesadaran kita menemukan keadaan-keadaaan yang tidak sejalan tersebut menggugah kita untuk meneliti/mengkaji lebih jauh supaya mengetahui penyebabnya.
  3. Ciri khas latar belakang yang salah (tidak beres) adalah jika latar belakang tersebut sudah menjawab rumusan masalah. Kalau sesuatu yang mau diteliti sudah terjawab di latar belakang, artinya penelitian sudah tidak perlu diteruskan lagi. Untuk apa, wong sudah terjawab. Banyak kasus di dalam Penelitian Historis, di mana “data sejarah” yang harusnya disajikan di Bab 4, malah justru telah disajikan cukup lengkap di Latar Belakang Masalah. Mestinya latar belakang hanya menyampaikan cuilan-cuilan fakta yang dianggap rancu (sebagai masalah), bukan menyampaikan rangkaian fakta sebagai sebuah jawaban atas apa yang akan diteliti.
  4. Agar efektif, pembuatan latar belakang masalah sebaiknya diawali dengan membuat “Kerangka Dasar”. Kerangka ini menekankan ingin ditarik dari mana, ke mana, lalu ke mana, dan berakhir di mana. Penulisan latar belakang secara langsung, memanjang dan mengalir begitu saja, biasanya tidak akan terstruktur (kurang menyambung dan runtut). Akan lebih efektif jika disusun dahulu kerangka dasarnya (poin-poin utama). Jika kerangka dasar atau polanya sudah tersusun, tinggal dikembangkan menjadi paragraf.
  5. Contoh cara kerja membuat “Kerangka Dasar” latar belakang Penelitian Historis. Kerangka Dasar dengan judul misalnya “Politik dan Kebijakan Keraton Surakarta dalam Melestarikan Kebudayaan Jawa, 1950-1998”. Kerangka Dasar latar belakang yang bisa dibuat misalnya: (1) Eksistensi Keraton dari periode kolonial hingga 1945, (2) lahirnya proklamasi kemerdekaan Indonesia, (3) Pemberian status DIS, (4) Munculnya gerakan Anti Swapraja dan desakan penghilangan status DIS, (5) Keraton tinggal sebagai simbol kebudayaan, (6) Keraton membutuhkan strategi berupa politik dan kebijakan kebudayaan agar tetap eksis, (7) kajian-kajian sejarah tentang politik kebudayaan keraton yang masih langka (eksplorasi literature review). Setelah tujuh poin kerangka ini tersusun secara sitematis, masing-masing poin dikembangkan menjadi sebuah paragraf (masing-masing poin bisa dikembangkan menjadi 1-3 paragraf). Dengan demikian akan terkumpul 6-8 halaman. Tinggal kemudian dipoles dengan fokus penelitian, batasan-batasan ruang lingkup penelitian, dan urgensi penelitian. Jadilah latar belakang masalah yang terstruktur dan sistematis.
  6. Untuk Penelitian Historis sebaiknya di bagian menjelang akhir latar belakang dicantumkan beberapa literature review (penelitian terdahulu) semisal 4-5 penelitian. Pencantuman beberapa penelitian terdahulu bertujuan untuk memperlihatkan State of the Art yakni mempertegas kesenjangan/masalah (gap penelitian). Serta untuk menunjukkan “posisi peneliti” yakni bahwa peneliti layak untuk meneruskan penelitian karena masih menemukan “celah” yang tersisa. Memperlihatkan posisi peneliti apakah skripsinya bertujuan “melengkapi” puzzle yang masih kosong atau untuk “menyanggah” (menolak) hasil-hasil penelitian yang sudah ada.
  7. Memberikan ketegasan batasan ruang lingkup dan periode penelitian meliputi: (a) fokus masalah, (b) subyek, (c) tempat, (d) periode penelitian. Di latar belakang masalah harus memberikan (a) ketegasan fokus masalah yang diteliti. Uraian fokus masalah di latar belakang harus lebih detail dibandingkan dengan di Rumusan Masalah. Rumusan Masalah berisi kalimat tanya, sedangkan fokus masalah di latar belakang berisi uraian ruang lingkup atau batasan masalah yang akan dikaji. (b) Penegasan subyek (jika ada) meliputi siapa, golongan apa, atau batasan-batasan agar tidak multi tafsir. (c) Penegasan Tempat meliputi batasan wilayah atau daerah historis yang diteliti. Adapun terkait (d) ketegasan batasan periode yaitu alasan pemilihan batas tahun awal penelitian dan alasan pemilihan batas tahun akhir penelitian. Masing-masing dijelaskan. Misalnya: “Pemilihan tahun 1900 sebagai batas awal periode penelitian didasarkan atas pertimbangan bahwa tahun tersebut merupakan tahun pertama kali terjadinya blablabla. Adapun pemilihan tahun 1942 sebagai batas akhir periode penelitian didasarkan atas pertimbangan bahwa pada tahun tersebut terjadi blablabla“.
  8. Di bagian akhir latar belakang terdapat “Urgensi Penelitian”. Sebagai misal urgensinya untuk dunia pendidikan di SMA/Perguruan Tinggi, atau urgensinya di luar dunia pendidikan (disesuaikan dengan fokus/tempat penelitian).
  9. Latar Belakang Masalah harus didukung dari “Sumber-Sumber yang Memadahi”. Terkadang ditemui sebuah Latar Belakang Masalah sangat minim sumber. Hanya berisi asumsi/pendapat pribadi.
B. Rumusan Masalah: Idealnya 2-3 poin rumusan (jangan hanya 1 rumusan masalah).

C. Tujuan Penelitian: Hal yang mudah sehingga tidak perlu penulis jelaskan di tulisan kali ini.

D. Manfaat Penelitian: Bedakan antara “Manfaat Teoritis” dan “Manfaat Praktis”. Biasanya kebalik-balik.


BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR DAN PENELITIAN RELEVAN

Bagian ini biasanya paling rawan tindakan plagiat (copy paste mentah-mentah). Hasil Turnitin di Bab 2 biasanya paling tinggi. Meskipun menyajikan teori-teori atau konsep-konsep milik para pakar, tetapi harus selalu “DIPARAFRASE” yakni didaur ulang dengan kalimat sendiri tanpa merubah maknanya. Ketika sudah diparafrase dengan kalimat sendiri, tetap harus mencantumkan sitasi/sumbernya dari mana. Bagaimana pun, tulisan yang Anda daur ulang tersebut merupakan buah pikir orang lain.

A. Kajian Teori/Tinjauan Pustaka: (1) Carilah beberapa Teori atau Konsep yang relevan (misalnya saja 2-4 teori/konsep). Teori/Konsep disesuaikan dengan judul dan rumusan masalah. Jangan asal tempel. Diperhitungkan benar apakah teori/konsep tersebut nantinya akan berguna/berfungsi atau hanya sekedar tempelan saja. Teori/Konsep berguna sebagai “Pisau Analisis/Pisau Pembedah”. Teori/konsep ini membantu peneliti menyusun Bab 4 secara detail dan analitis. (2) Tiap Teori/Konsep harus diperkuat dengan sumber babon yang valid dan juga sumber-sumber penguat lainnya. Sehingga bagian ini jangan “miskin sumber”. Harus banyak baca buku, skripsi, dan jurnal penelitian sebelumnya.

B. Penelitian Yang Relevan: (1) Suguhkan 5-8 Penelitian yang Relevan (minimal baca 5 Skripsi yang relevan). Kalau aturan terbaru, Penelitian Relevan bisa dimasukkan ke latar belakang di Bab 1 (sama saja dengan Literature Review, jumlahnya 4-5 saja). (2) Konteks “relevan” terutama berkaitan dengan variabel atau fokus penelitian. Bukan semata-mata karena sama tempatnya. (3) Setiap penelitian relevan disampaikan: identitas nama dan tahunnya , garis besar isi penelitian, letak persamaan, dan letak perbedaan. Jangan terlalu pelit untuk menguraikan “letak perbedaannya”. (4) Pastikan anda sudah membaca terlebih dahulu penelitian-penelitian relevan yang anda cantumkan tersebut. Jangan sampai berani mengklaim “berbeda”, padahal baru sekilas atau bahkan sama sekali belum membacanya.


BAB III METODE PENELITIAN

Berikut beberapa catatan penting dalam menyusun BAB 3:

1. Hindari Bab 3 yang Terlalu Teoritis

Sering sekali Bab 3 hanya dipenuhi deskripsi teoritis yakni kalimat-kalimat definisi/pengertian saja seperti Metode Penelitian adalah bla bla bla, Sumber Primer adalah bla bla bla, Sumber Lisan adalah bla bla bla, Teknik Pengumpulan Data adalah bla bla bla, Wawancara adalah bla bla bla, Teknik Analisis adalah bla bla bla, Prosedur Penelitian adalah bla bla bla, dsj. Padahal Bab 3 harusnya seimbang antara Deskripsi Teoritis dan Deskripsi Aksi. Tiap bagian/sub dari Bab 3 idealnya diawali dahulu dengan deskripsi teoritis secukupnya, kemudian diikuti deskripsi Aksi yang detail.

Contoh singkatnya sebagai berikut: Deskripsi Teoritis: Wawancara adalah bla bla bla, Wawancara terdiri dari 3 jenis yaitu bla bla bla, Tujuan Wawancara adalah bla bla bla. Deskripsi Aksi: Mencantumkan siapa saja yang diwawancarai, masing-masing statusnya sebagai apa, wawancara dilakukan di mana, mengapa memilih mereka. Disebutkan pula kesulitan/kendala apa saja yang dialami saat melakukan wawancara.

Contoh lainnya misalnya: Deskripsi Teoritis: Teknik pengumpulan data adalah bla bla bla. Studi Dokumen adalah bla bla bla. Deskripsi Aksi: Nama spesifik dokumennya apa saja, masing-masing dokumen secara garis besar memuat apa, dokumen tersebut diperoleh di mana, cara memperolehnya secara langsung atau online, portal utamanya apa, diperoleh dengan cara difotocopy, difoto atau dicatat, dll.

Catatan: (1) Semua bagian di Bab 3 (Tempat dan Waktu Penelitian, Metode, Sumber Data, Teknik Pengumpulan Data, Teknik Sampling, Teknik Analisis, dll) harus seimbang antara Deskripsi Teoritis dan Deskripsi Aksi (riil di lapangan), (2) Deskripsi Teoritis didasarkan pada Buku-Buku Babon Metodologi Penelitian Historis yang relevan. Untuk itu banyak baca Buku Metodologi Penelitian Historis (Minimal 3 buku babon). Di perpustakaan Prodi/Pusat atau toko buku offline/online ada banyak buku metodologi penelitian (Kualitatif, Historis, Kuantitatif, PTK, RnD). Pada dinding Perpustakaan Prodi juga terdapat bingkai-bingkai yang berisi foto cover buku-buku metodologi penelitian, meskipun jumlahnya terbatas.

2. Bisa Membedakan antara Data, Sumber Data, dan Teknik Pengumpulan Data

Data adalah informasi rigit yang dibutuhkan. Data bisa dimaknai sebagai jenis, semisal data kuantitatif (angka-angka/jumlah), atau kualitatif (kata-kata/kalimat). Data juga bisa dimaknai sebagai rincian informasi rigit yang dibutuhkan/dikejar sesuai rumusan masalah. Misal data tentang tempat tanggal lahir, nama waktu kecil, identitas keluarga, sekolah waktu kecil, jumlah korban perang, rincian riwayat pekerjaan, tahun meninggal, dll. Rincian data yang diperlukan diturunkan dari tiap poin rumusan masalah. Rumusan pertama menurunkan sejumlah rincian data yang dibutuhkan. Rumusan kedua juga menurunkan sejumlah rincian data yang diperlukan, dst.

Sumber Data adalah sumber-sumber yang di dalamnya memuat data/informasi yang kita butuhkan. Contoh Sumber Data Penelitian Historis yaitu: a. Sumber Primer, yang terdiri dari: (1) Arsip, (2) Koran (sezaman), (3) Informan (Pelaku Sejarah/Saksi Mata); b. Sumber Sekunder, yang terdiri dari: (1) Informan Non Pelaku/ Non Saksi Mata, (2) Pustaka seperti buku, jurnal, artikel, skripsi, tesis, disertasi. Catatan: Arsip dalam konteks ini adalah dokumen penting (statis) yang mengandung nilai/informasi historis. Contohnya seperti surat keputusan, surat undangan, surat-menyurat, berbagai jenis laporan, memoar/catatan pribadi, notulensi rapat, foto, peta, poster jaman dahulu, nota, kwitansi, video kegiatan jaman dahulu, dll.

Teknik Pengumpulan Data adalah cara/strategi dalam menemukan dan mendapatkan sumber data. Contoh Teknik Pengumpulan Data Penelitian Historis yaitu: a. Studi Dokumen (membaca dan menelaan arsip/dokumen); b. Wawancara (untuk mengeluarkan data/informasi di dalam pikiran seseorang); c. Studi Pustaka (pembacaan dan penelaahan untuk menemukan data/informasi di buku-buku, jurnal, artikel, skripsi, tesis, disertasi).

  • Apakah semua Teknik Penelitian harus Diguankan?? Tidak semua teknik harus digunakan semua (disesuaikan dengan kebutuhan).
  • ApakahStudi Dokumen” dan “Dokumentasi” merupakan dua hal yang sama?? Studi Dokumen dan Dokumentasi merupakan dua hal yang berbeda. Studi Dokumen itu teknik/cara pengumpulan data, yakni dengan membaca dan menelaah berbagai keterangan di dalamnya. Adapun Dokumentasi merupakan proses melakukan pendokumentasian kegiatan semisal merekam video menggunakan HP atau kamera. Sering kali mahasiswa kebalik-balik saat ujian. Tidak mampu membedakan keduanya.
  • Apakah “Dokumen” vs “Studi Dokumen” itu sama? Berbeda! Dokumen itu sumber data (sesuatu yang di dalamnya memuat/mengandung informasi yang kita butuhkan), sedangkan Studi Dokumen itu teknik/cara pengumpulan data, yakni dengan membaca dan menelaah berbagai keterangan di dalamnya.
  • Data, Sumber Data, dan Teknik Pengumpulan Data merupakan tiga hal yang berbeda. Kemampuan membedakan ketiganya sangat penting. Banyak sekali mahasiswa yang tidak mampu membedakan tiga hal ini. Sebagai analogi, Informan si A adalah Sumber Data. Apa yang ada dalam pikirannya (otaknya si A) yang berkaitan dengan topik kita adalah Data. Sedangkan cara bagaimana mengeluarkan isi pikiran atau informasi dari dalam otak si A tersebut adalah Teknik Pengumpulan Data.
  • Wawancara, Observasi, Studi Dokumen, Studi Pustaka, Angket, dan Tes, semuanya ini bukanlah Sumber Data, melainkan “TEKNIK PENGUMPULAN DATA”. Begitu pun sebaliknya, Informan/Orang, Tempat dan Peristiwa, Dokumen, dan Pustaka, kesemuanya ini bukanlah Data maupun Teknik Pengumpulan Data, melainkan “SUMBER DATA”.
  • Lalu “DATA” yang mana? Data itu ya informasi rigit/detail yang kita cari/kita butuhkan untuk bahan pelaporan/penulisan. Di dalam pikiran seseorang ada data/informasi. Di dalam Arsip/Dokumen ada data/informasi. Di dalam buku/jurnal/skripsi/artikel ada data/informasi. Di dalam sebuah tempat/situs/bangunan/artefak terdapat data/informasi. Hanya saja, tidak semua informasi secara otomatis bisa menjadi data yang relevan (yang kita butuhkan). Sebagian harus disaring dan dibuang karena tidak berkaitan dengan tema yang kita teliti.

3. Bab 3 yang Menggantung

Sebelum Penelitian (pengambilan data) di lapangan selesai, biasanya Bab 3 Historis bisa dikatakan belum FINAL. Bisa jadi hal-hal yang sudah direncanakan sebelumnya meleset. Misalnya: pada saat pembuatan Proposal (Bab 3), kita mencantumkan 5 orang yang akan diwawancarai, tetapi ternyata realisasinya hanya mampu mewawancari 3 orang. Atau sebaliknya, targetnya 5 orang ternyata realisasinya bisa mewawancarai 8 orang. Contoh lainnya yaitu pada saat pembuatan Proposal (Bab 3), kita menargetkan bisa memperoleh sumber dokumen A, B, C, dan D, tetapi realisasinya kita hanya memperoleh dokumen A dan B. Atau sebaliknya, kita malah memepeloreh dokumen yang jauh lebih banyak dari pada perkiraan sebelumnya. Oleh sebab itu, pasca selesai penelitian di lapangan, kita harus memoles kembali Bab 3, sesuai perkembangan terakhir (final) yang dialami di lapangan. Dengan kata lain, “sebelum Bab 4 selesai, Bab 3 masih bisa berubah-ubah”.


BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

(1) Dalam penelitian historis, Hasil Penelitian dan Pembahasan adalah satu kesatuan, sehingga tidak perlu dibedakan ke dalam sub-sub tersendiri seperti Penelitian Kualitatif. Penelitian Historis langsung menyuguhkan deskripsi sekaligus analisis sesuai rumusan masalah yang telah ditetapkan di awal. Deskipsi adalah kemampuan kita menyuguhkan data-data mentah dari berbagai sumber. Biasanya data tentang waktu, nama tokoh, nama tempat, nama peristiwa, dan sejenisnya. Adapun analisis adalah kemampuan kita menyuguhkan hasil interpretasi, tafsir, mengaitkan antar data dari berbagai sumber yang kita peroleh. Analisis berkaitan dengan narasi-narasi seputar alasan mengapa, faktor-faktor yang melingkupinya, bagaimana sebuah peristiwa bisa terjadi, dan sejenisnya. Analisis didominasi pertanyaan “mengapa”.

(2) Namun demikian tetap perlu dibuat sub-sub sesuai kebutuhan. Biasanya sub bab pertama berisi gambaran awal sejarah subyek/wilayah yang diteliti. Adapun sub bab selanjutnya disesuaikan dengan rumusan masalah. Bila rumusannya ada 3, biasanya jumlah sub bab di bab 4 menjadi 4 sub (1 sub adalah gambaran sejarah, 3 sub lainnya fokus menjawab seluruh rumusan masalah). Jika rumusannya ada 2, biasanya sub bab di bab 4 terdiri dari 3 poin (1 sub adalah gambaran sejarah, 2 sub lainnya fokus menjawab seluruh rumusan masalah). Begitu seterusnya.

(3) Masing-masing sub dalam Bab 4 sebaiknya dibuat sub lagi. Tujuannya agar setiap yang ditulis pemaparannya tidak menjalar ke mana-mana. Sudah ada pemetaan sebelumnya. Untuk itu, sebelum memulai menulis Bab 4, Anda buat dahulu rincian sub bab dan sub-sub dari sub bab, sebagai guide selama proses menulis. Jika anda langsung menulis bab 4 secara mengalir, kemungkinan akan tumpang tindih, tidak fokus, dan mengalami kebingungan di tengah jalan.

(4) Dibutuhkan kemampuan membaca sumber, mengkritisi sumber, menginterpretasi sumber dan menyajikannya dalam bentuk tulisan (historiografi). Semakin sumber primernya banyak, maka akan semakin bagus. Semakin banyak membaca tulisan-tulisan sejarah, maka sangat baik untuk menunjang kekayaan bahasa, imajinasi narasi, dan gaya penulisan.

Catatan Bab 4:

  • Perhatikan SPOK. Kalimat tidak perlu panjang-panjang dan njelimet. Buatlah kalimat yang lugas yang mudah dipahami (meminimalisir multitafsir).
  • Satu halaman terdiri dari 3-4 paragraf. Satu paragraf terdiri dari 4-6 kalimat (tidak terlalu singkat, dan tidak terlalu panjang). Jangan satu halaman satu parafraf. Atau sebaliknya, satu halaman 6 paragraf (terlalu singkat-singkat).
  • Antar kalimat atau antar paragraf dicek lagi apakah nyambung dan runtut. Sering kali dijumpai antarkalimat atau antarparagraf isinya loncat-loncat (tidak berkaitan).
  • Akan lebih meyakinkan jika di Bab 4 dilengkapi dengan pranata-pranata berikut: tabel, gambar, bagan, peta, atau sejenisnya, guna memperkuat narasi yang dibangun. Tidak harus semua, melainkan beberapa pranata yang bisa diupayakan dan sinkron dengan narasi.
  • Jangan lupa setiap tabel, bagan, gambar, peta atau sejenisnya tersebut dilengkapi keterangan dan sumber yang kredibel. Lihat di Buku Pedoman Penulisan Skripsi terkait letak penulisan keterangan judul tabel/gambar maupun sumbernya, apakah di atas gambar/tabel, ataukah di bawahnya.
  • Setiap gambar, tabel, peta dan sejenisnya tersebut harus dibahas/dianalisis dalam deskripsi. Jangan sampai pranata-pranata tersebut seakan lepas (hanya ditempel) dan tidak ada kaitannya dengan narasi yang disusun/ditulis.
  • Tabel di Bab 4 (dan juga di bab 3) dibuat spasi 1 (rapat) dan hanya garis horizontal saja (tidak perlu garis vertikal). Bagian ini sering sekali diabaikan mahasiswa.
  • Tabel yang lebih dari 1 halaman, sebaiknya ditaruh di Lampiran. Di dalam ISI cukup disebutkan misalnya: “Terkait jumlah rincian jumlah korban perang 10 November 1945 di Surabaya, selengkapnya lihat Lampiran 7, halaman ……”
  • Dalam Penelitian Historis, perhatikan benar unsur Keketatan Waktu (setiap paragraf yang disusun harus jelas kapan waktunya, seperti tahun, bulan, tanggal atau hari). Jangan sampai penelitian Historis, tetapi rasa tulisannya seperti penelitian Sosiologi dan Antropologi (kerap men-generalisasi). Sejarah menjauhi cara kerja generalisasi, karena sejarah bersifat unik dan spesifik. Waktu, tempat, aktor, faktor, hubungan sebab-akibat, dan lain-lainnya sebisa mungkin disajikan secara lengkap.
  • Hindari membiasakan penggunaan sumber yang sama secara beruntun. Misalnya dalam 3-5 paragraf sumbernya itu-itu saja, bahkan beruntun (tidak diselingi dengan sumber lain yang berbeda). Sebagai contoh misalnya si A mencantumkan sumber bernama Kartodirdjo sebanyak 4-6 kali secara beruntun. Ini tandanya peneliti tidak melakukan Triangulasi Sumber. Peneliti terjebak pada sentrisme sumber tertentu, atau dalam konteks contoh ini adalah Kartodirdjosentris.


BAB V PENUTUP

Dua hal yang harus diperhatikan dalam menyusun bagian Kesimpulan di Bab V yaitu: (1) Pastikan menjawab secara garis besar seluruh rumusan masalah. Pada Kesimpulan Bab V, jangan hanya mengcopypaste bagian isi, melainkan direfleksikan dengan bahasa baru untuk menggambarkan “garis besar/temuan penting” dari tiap rumusan masalah yang sudah ditetapkan di BAB 1; (2) Bagian ini tidak perlu pencantuman sumber (buku, arsip, jurnal, koran, dll). Kesimpulan di Bab V murni kalimat baru hasil refleksi intisari BAB 4.


DAFTAR PUSTAKA

  • Sebaiknya penyajian Daftar Pustaka dipisah-pisah sesuai jenis sumber. Misalnya: Sumber Arsip/Dokumen, Sumber Koran dan Majalah, Sumber Buku, Sumber Jurnal, Sumber Skripsi dan Tesis, Sumber Artikel, dll.
  • Pastikan seluruh sumber pustaka yang digunakan di BAB 1-4 dicantumkan di Daftar Pustaka. Jumlahnya persis (tidak kurang dan tidak lebih). Jangan sampai supaya kelihatan banyak, kemudian ditambah-tambahkan sendiri, padahal tidak ada atau tidak digunakan di BAB 1-4.
  • Pencantuman sumber nama (sitasi sumber) di Bab 1-4 dan di Daftar Pustaka berbeda. Di Bab 1-4, penulisannya singkat dan mencantumkan halaman (jika ada). Adapun di Daftar Pustaka harus lengkap, tetapi tidak perlu mencantumkan halaman, kecuali jurnal dan koran.
  • Di Bab 1-4, hanya mencantumkan satu kata dari nama terakhir seseorang. Misalnya Dadan Adi Kurniawan, maka pencantumannya hanya Kurniawan (bagian nama terakhirnya saja). Contoh: (Kurniawan, 2019: 14) atau Kurniawan (2019: 14).
  • Adapun penulisan sumber di Daftar Pustaka haruslah lengkap. Berikut contoh-contohnya:
  • Buku= Nama lengkap yang dibalik. (Tahun). Judul (miring). Kota Terbit: Penerbit. Contoh: Kurniawan, D. A. (2019). Sejarah Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Merdeka Press
  • Jurnal= Nama lengkap yang dibalik. (Tahun). Judul artikel (tidak perlu miring). Nama Jurnal (miring), Volume (Nomor), halaman jurnal (dari halaman berapa sampai berapa). Contoh: Kurniawan, D. A. (2019). Sejarah Pendidikan di Indonesia. Jurnal Intelektual, 6(2), 42-53
  • Skripsi/Tesis/Disertasi= Nama lengkap yang dibalik. (Tahun). Judul (miring). (Skripsi/Tesis, Prodi Fakultas Universitas). Contoh: Kurniawan, D. A. (2019). Sejarah Pendidikan di Indonesia. (Tesis, Prodi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada).
  • Artikel Non Jurnal= Nama lengkap yang dibalik. (Tahun). Judul (miring). Diakses dari: …. pada tanggal …. Contoh: Kurniawan, D. A. (2019). Sejarah Pendidikan di Indonesia. Diakses dari: www.sejpendindonesia.html pada tanggal 17 April 2025.
  • Koran/Majalah= Nama Koran/Majalah (miring), edisi tgl/bulan/tahun, halaman. “Judul Topik”. Contoh: Kompas, 17 April 2025, hlm. 4, “Carut Marut Pendidikan di Indonesia”.
  • Arsip= Nama Arsip dan kode/nomor (jika ada). Koleksi. (jika diperoleh secara online, bisa diikuti link). Contoh: Staatsblad van Nederlandsch Indie 1914 Nomor 186. Koleksi ANRI Jakarta.


LAMPIRAN

  • Dalam Penelitian Historis biasanya berisi berkas-berkas penting penguat narasi di BAB 4 dan penguat telah melaksanakan penelitian. Contoh jenis lampiran yaitu: arsip, koran, majalah, dan surat perizinan.
  • Lampiran bersifat sampling dan yang benar-benar penting saja. Jika sumber arsipnya banyak, dilampirkan saja sebagiannya (misal 4-6 arsip). Jika sumber korannya banyak, dilampirkan saja sebagiannya (misal 4-6 koran). Jika semua dilampirkan secara utuh akan terlalu tebal. Jumlah halaman skripsi dibatasi supaya ideal (terdapat aturan dari FKIP). Lampiran selebihnya tetap dicetak untuk keperluan peneliti dan disiapkan saat ujian, kadang ditanyakan oleh penguji.


TOTALAN

  • Totalan adalah tahap melengkapi dari halaman awal (cover) sampai akhir (lampiran), seperti halaman pengesahan, pernyataan keaslian, abstrak, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar, dll, serta membuat draft artikel Jurnal.
  • Yang paling sering dicek dari totalan adalah bagian Abstrak. Abstrak ini mencerminkan miniatur Skripsi. Dengan melihat Abstrak, sekilas pembaca bisa melihat sejauh mana garis besar dan kualitas skripsi. Untuk itu, buatlah dan konsultasikan Abstrak Anda sebaik dan sematang mungkin.
  • Abstrak terdiri dari 4 bagian (alenia): (1) alenia yang berisi identitas, (2) alenia yang berisi rumusan/tujuan penelitian, (3) alenia yang memuat metode, sumber, teknik pengumpulan dan teknik analisis, (4) alenia terakhir yang memuat hasil penelitian.
  • Sinkronitas Abstrak: (a) Hasil Penelitian di abstrak harus sinkron dengan Rumusan/Tujuan penelitian di abstrak. (b) Rumusan/Tujuan di abstrak harus sinkron dengan Kesimpulan di Bab 5. (c) Kesimpulan di Bab 5 harus sinkron dengan sub-sub di Bab 4. (d) Sub-sub di Bab 4 harus sinkron dengan Rumusan Masalah di Bab 1.
  • Seluruh tubuh skripsi harus selaras dan senafas. Sering kali ditemui abstrak yang cacat karena terdapat hal yang tidak sinkron. Rumusannya di Bab 1 berjumlah berapa, eh Kesimpulannya di Bab 5 berjumlah lain/berbeda, Kesimpulan di abstrak juga berlainan lagi. Abstrak yang demikian adalah contoh abstrak yang tidak sinkron/tidak konsisten, alias problematik.

Komentar