Views: 53
Views: 53
Oleh: Dadan Adi Kurniawan
Staff Pengajar di Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Sebelas Maret, Surakarta
“Mumet iku wajar ning ora oleh putus asa”
(Pusing atau sakit kepala itu wajar tetapi tidak boleh putus asa)
PENDAHULUAN
Hallo sobat Pendidikan Sejarah FKIP UNS, ada yang kesulitan atau bingung menentukan judul tugas akhir skripsi (khususnya Penelitian Historis)? Tenang, itu hal lumrah. Hampir setiap mahasiswa tingkat akhir pasti akan mengalaminya. Sudah sewajarnya setiap mahasiswa akhir mengalami fase bingung dan ragu memikirkan judul yang akan ditelitinya. Itu manusiawi, wajar. Dinikmati saja. Fase itu akan terlewati.
Berikut secuil “coretan alternatif sederhana” yang penulis susun dalam rangka membantu memudahkan rekan-rekan mahasiswa dalam menyusun skripsi, khususnya Penelitian Historis di Program Studi S1 Pendidikan Sejarah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret. Semoga bermanfaat.
PERTIMBANGAN PENGAJUAN JUDUL SKRIPSI HISTORIS
Berikut beberapa pertimbangan dalam memilih dan mengajukan judul skripsi Historis:
- Diutamakan mengambil tema sesuai dengan selera/kesukaan peneliti. Meneliti suatu yang disukai akan menekan atau memperkecil rasa ‘tersiksa’ selama proses pengerjaan. Sebaliknya, peneliti biasanya menikmati proses susah payah atas sesuatu yang sejak awal memang disukainya. Jika Anda menyukai tema “sejarah kebudayaan” misalnya, maka carilah judul yang ruang lingkupnya senada dengan tema besar tersebut. Jika Anda menyukai tema “sejarah perempuan” misalnya, maka galilah potensi-potensi judul yang selaras dengan tema besar tersebut.
- Memungkinkan untuk dieksekusi/dilakukan (realistis baik dari segi topik, izin, biaya, tenaga, waktu, dan pikiran). Jangan mengajukan judul yang sekiranya tidak masuk akal, bakal selesai lama, menghabiskan banyak dana di luar batas kemampuan finansial keluarga. Jangan karena Anda memiliki idealisme kaku kemudian mengorbankan keluarga Anda, terutama perihal biaya (akibat molor atau dana penelitian yang dibutuhkan memang sangat besar).
- Belum banyak diteliti orang lain (masih menyisakan celah untuk diteliti/agar tidak dicap plagiat karena hanya mengulang hasil yang sama persis). Untuk itu lacak dan cermati benar judul yang akan Anda ajukan, apakah benar-benar belum ada yang meneliti atau sudah ada yang meneliti. Jangan buru-buru menyimpulkan belum ada. “Banyak kasus, mahasiswa merasa bahwa judul yang diajukannya belum pernah ada atau tidak ditemukan. Padahal judul yang mirip-mirip atau bahkan sama sudah ada. Biasanya hal seperti ini disebabkan karena mahasiswa kurang baca/wawasan atau kurang cermat dalam mengidentifikasi judul-judul sebelumnya“. Untuk itu, lacak benar di berbagai tempat/institusi terutama secara online. Telusuri halaman demi halaman secara online. Penelitian yang baik adalah yang memunculkan “kebaruan” (novelty) baik berupa sumber data, data, fakta hitoris, konsep maupun teori. “Ketidakjujuran Anda (menutup-nutupi) sejak awal bisa berakibat fatal di kemudian hari”. Sampaikan jujur apa adanya kepada Pembimbing terkait judul-judul yang mirip atau berkaitan, dan sampaikan pula celah yang masih bisa dikerjakan untuk menujukkan kebaruan.
- Ketersediaan sumber primer yang memadahi. Bagi yang punya judul historis sangat bagus tetapi sumber primernya sangat terbatas (minim), sebaiknya banting setir ke judul lainnya. Sejarah harus berbasis sumber (terutama sumber primer), bukan berbasis imajinasi liar semaunya sendiri. Beberapa judul historis yang sekilas tampak sangat bagus, tetapi sumbernya sangat minim, berimplikasi pada terbatas dan keringnya tulisan. Sangat disayangkan. Untuk mengetahui sumber primernya memadahi atau tidak, sebaiknya peneliti lebih dahulu terjun ke lapangan (Studi Awal) untuk mengecek ketersediaan sumber primer. Paling tidak ada semacam “kepastian” bahwa sumbernya memadahi (mencukupi) dan nantinya bisa diakses. Judul Historis memang idealnya ke lapangan dahulu baru menetapkan judul, bukan menetapkan judul dulu baru ke lapangan. Ada beberapa kasus, karena sumbernya minim, akhirnya Isi dan pembahasan utama di Bab 4 hanya sekian lembar. Sisanya yang berlembar-lembar justru hanya dipenuhi deskripsi yang kurang penting dan bukan menjadi fokus masalah utama penelitian. Harusnya, sumber-sumber primer tempatnya paling tepat dan paling banyak untuk menunjang pembahasan sesuai rumusan/fokus utama. Sedangkan lain-lainnya (semisal gambaran umum subyek penelitian) boleh memakai sumber-sumber sekunder.
- Kesempatan mengakses sumber. Terkadang sumbernya ada banyak, tetapi sangat sulit diakses (entah karena tempatnya yang jauh atau karena adanya larangan/pembatasan). Periksa apakah sumber-sumber yang tersedia bisa diakses (dibaca, dicatat, difotocopy, difoto, atau didownload, atau diserahkan). Biasanya sumber-sumber terkait “tema kekirian” agak sulit diakses meskipun sumber tersebut jelas-jelas ada. Atau sumber-sumber yang lokasinya berada di institusi militer (atau berkaitan dengan orang-orang militer yang masih aktif) juga umumnya lebih sulit perizinannya. Harus melewati perizinan berlapis-lapis. Kecuali Anda punya kenalan “orang dalam”, itu beda cerita.
- Kemampuan membaca dan mengolah sumber. Meski sekarang sudah dimudahkan oleh ketersediaan teknologi modern, tetapi aspek ini tetap perlu dipertimbangkan. Misalnya kajian yang mayoritas sumbernya berbahasa Belanda, bahasa Inggris, bahasa Arab, bahasa Cina, atau lainnya. Selama peneliti punya cukup modal kemampuan, tekat, usaha dan yakin bisa mengeksekusinya, bisa dilanjutkan. Atau peneliti punya rekan atau kenalan yang bisa dan mau membantu menerjemahkan atau menjelaskan isi sumber tersebut ya aman-aman saja. Namun jika keyakinan dan modal tersebut sangat minim, sebaiknya dipikirkan kembali matang-matang. Penulis memiliki beberapa teman yang dulu nekat mengambil tema yang mengharuskan menggunakan sumber-sumber kuno, tetapi karena kurang mempertimbangkan kemampuan membaca sumber, akhirnya mereka mandeg lama dan studinya terbengkalai. Akhirnya mereka terpaksa mengeluarkan banyak uang untuk membayar orang/ahli yang bisa menerjemahkan sumber-sumber tersebut.
TEMA-TEMA SEJARAH YANG BISA DIAMBIL
- Sejarah Sosial
- Sejarah Ekonomi
- Sejarah Sosial Ekonomi
- Sejarah Politik
- Sejarah Sosial Politik
- Sejarah Militer
- Sejarah Pendidikan
- Sejarah Pemikiran/Intelektual
- Sejarah Kebudayaan
- Sejarah Perkotaan
- Sejarah Arsitektur
- Sejarah Kesehatan
- Sejarah Agraria
- Sejarah Maritim
- Sejarah Pedesaan
- Sejarah Mentalitas
- Sejarah Kepariwisataan
- Sejarah Transmigrasi
- Sejarah Pers
- Sejarah Kepartaian/Organisasi
- Sejarah Perempuan
- Sejarah Disintegrasi Bangsa
- Sejarah Transportasi
- Sejarah Teknologi
- Sejarah Film
- Sejarah Olahraga
- Sejarah Etnisitas
- Sejarah Kriminalitas
- Sejarah Perburuhan
- Sejarah Biografi Tokoh
- Dan lain-lain
Secara Cakupan Wilayah:
- Sejarah Lokal (terjadi di kampung, desa, kota/kabupaten tertentu)
- Sejarah Regional (terjadi di provinsi tertentu)
- Sejarah Nasional (kejadian dan pengaruhnya skala nasional)
- Sejarah Dunia (terjadi di negara/benua lain)
- Sejarah Global (kejadian dan dampaknya skala global/internasional)
CIRI KHAS JUDUL SKRIPSI HISTORIS
- Subyek/Pihak yang diteliti
- Variabel/Fokus Masalah yang diangkat
- Tempat/Wilayah yang diteliti, kecuali mengangkat tokoh yang sudah identik (familier) asalnya dari mana. Maka penulisan tempat tidak harus dimunculkan. Atau jika seseorang tersebut sudah identik dengan kejadian peristiwa nasional, maka juga tidak harus dimunculkan.
- Periode Waktu yang diteliti. Sebaiknya hindari kajian sejarah yang rentan waktunya masih terbilang baru/muda. Contohnya misalnya tahun 2017-2022, 2010-2023, 2015-2024, 2012-2020, atau sejenisnya. Kalau mau mengambil periode sampai tahun 2000an, setidaknya periode awalnya ambil yang lebih tua. Misalnya 1980-2009, 1968-2014, 1990-2005, dan sejenisnya. Memang satu menit yang lalu sudah bisa dikatakan masa lampau (sejarah), tetapi perlu dipertimbangkan layak tidaknya sebagai sebuah “studi sejarah yang ideal”. Mengambil skripsi sejarah bertujuan agar Anda kompeten dalam menelusuri sumber -sumber yang terbilang lampau (dalam arti yang relatif cukup tua bahkan tua).
Catatan: Seminim-minimnya harus ada 3 aspek dalam penelitian Historis yaitu nomor 2, 3, 4.
JUDUL SKRIPSI HITORIS YANG IDEAL
Judul skripsi dikatakan ideal (baik) jika memuat variabel masalah yang jelas. “Perkembangan Kereta Api di Surakarta, 1900-1942” merupakan contoh model judul historis yang kurang ideal karena belum memperlihatkan fokus variabel masalah yang spesifik. Perkembangan apanya dari sebuah kereta api? Proses pembangunan fisiknya, pembagunan fisik yang mana (ada stasiun, ada jalur, dll), sistem pengelolaannya, kendala-kendala yang dihadapi, tujuan pembangunannya, dampak dan pengaruhnya, dampak di bidang apa, dampak bagi siapa? Akan menjadi lebih baik jika judul tersebut diubah menjadi “Pembangunan Jalur Kereta Api di Surakarta dan Pengaruhnya Terhadap Perubahan Sosial-Ekonomi, 1900-1942”. Fokusnya lebih jelas yakni jalur kereta api, perubahan sosial, dan perubahan ekonomi.
Judul lain yang kurang menggigit misalnya “Peran Ki Hadjar Dewantara dalam Pergerakan Nasional, 1911-1942”. Judul ini mau meneliti peranan Ki Hadjar Dewantara dalam konteks apa dan melalui apa? Aspek kehidupan dalam pergerakan nasional masihlah luas. Judul ini akan lebih jelas jika dibuah menjadi misalnya “Nasionalisme Ki Hadjar Dewantara di Era Pergerakan Nasional Melalui Bidang Pendidikan dan Pers, 1911-1942”. Fokusnya lebih jelas yakni nasionalisme, pendidikan, dan pers.
Contoh judul historis yang terbilang kurang jelas misalnya “Perkembangan Kota Surakarta Era Kolonial, 1900-1942”. Judul ini terlalu luas. Perkembangan kota itu aspeknya sangat luas, meliputi misalnya perkembangan luas wilayah kota, pembangunan sarana-prasarana fisik, fasilitas-fasilitas publik, sistem tata kelola kota, sistem kepemimpinan kota, kehidupan sosil ekonomi masyarakat kota, pudarnya nilai-nilai kebudayaan, kemiskinan masyarakat kota, dan masih banyak aspek lainnya dari sebuah kota. Agar judul tersebut lebih spesifik bisa dibuat, misalnya “Peranan PB X dalam Penyediaan Fasilitas Pendidikan dan Kesehatan di Kota Surakarta, 1900-1939”. Semasa hidupnya, PB X memiliki kontribusi dalam banyak bidang kehidupan di Surakarta seperti bidang politik, sosial, ekonomi, budaya maupun sub-sub bidang yang lebih spesifik. Untuk itu, sebaiknya difokuskan ke satu atau dua bidang yang lebih jelas.
Contoh judul lain yang ideal misalnya “Kolaborasi Pemerintah Kasunanan dan Mangkunegaran dalam Upaya Penataan Tata Kelola Kota di Surakarta, 1950-2004”. Judul tersebut fokus pada dua hal yakni kolaborasi dua pihak (Kasunanan dan Mangkunegaran) dan penataan tata kelola kota. Dengan ada pembatasan seperti ini, peneliti akan lebih mudah dalam mencari sumber. Hasil tulisannya akan lebih mendalam.
Contoh judul lain yang ideal misalnya “Modernisasi Sistem Birokrasi Pemerintahan Mangkunegaran Surakarta pada Era Kepemimpinan Mangkunegara VII”. Judul ini fokus menelusuri upaya-upaya MN VII dalam merombak atau memodernisasi sistem birokrasi di tubuh Mangkunegaran. Sistem-sistem birokrasi yang seperti apa yang dimodernkan. Seperti apa hasil dan pengaruhnya. Judul-judul yang baik memperlihatkan variabel masalah yang lebih spesifik dan lebih fokus sehingga hasilnya nanti menukik (lebih tajam), tidak nggrambyang ke sana kemari. Bisa jadi rentang waktunya panjang, tetapi fokus masalah (aspek) yang dibidik atau dipotret jelas dan spesifik.
Catatan: Namun demikian, perlu diketahui bahwa dalam dunia penelitian di perguruan tinggi, sering kali ACC atau penerimaan judul skripsi pada akhirnya kembali ke “selera masing-masing pembimbing”. Cocok di pemikiran si A belum tentu diterima oleh Pembimbing B, C, D, atau lainnya. Untuk itu diperlukan adanya konsultasi dan komunikasi yang baik antara mahasiswa dan Pembimbing Skripsi untuk mencapai solusi dan sebuah kesepakatan.
Jika mahasiswa mengalami kebingungan dan benar-benar tidak berani menghadap pembimbing, segera sharing dengan teman sejawat lainnya, atau bisa juga konsul dengan dosen lain yang dirasa mampu memberi solusi/jalan keluar. Jangan biarkan kebingungan akut ditanggung sendiri, karena akan berpotensi stress, dan akhirnya mandek. Jika tak segera ditangani, biasanya mahasiswa akan sulit bangkit dari rasa malas yang sudah terlanjur mandarah daging. Skripsi terbengkalai, impian ke KUA terhalang, keluarga pun meradang.