Oleh: Jovan Galuh Ramadhani (Mahasiswa Pendidikan Sejarah UNS Angkatan 2022)
Identitas Buku
Judul: Bung Karno Dan Revolusi Mental
Penerbit: Imania
Tahun Terbit: 2017
Jumlah Halaman: 378
Bahasa: Bahasa Indonesia
Jumlah Bab: 34 Bab
Penulis: Sigit Aris Prasetyo
Tanggal Lahir Penulis: 10 Maret 1977
Riwayat Pendidikan Penulis: Magister Kajian Amerika UGM Yogyakarta (2005)
Pekerjaan Penulis: Pegawai Kementerian Luar Negeri Indonesia (2006–sekarang); Diplomat di Konsulat Jenderal RI di Los Angeles USA (2011–2014)
Bidang Keahlian Penulis: Ilmu politik, hubungan internasional, dan sejarah
Resensi Buku
Buku ini mengupas dan menjelaskan tentang konsepsi dan pemikiran Bung Karno, sang nasionalis sejati. Bung Karno dalam buku ini diceritakan sebagai seorang kutu buku yang menghabiskan waktu luangnya untuk membaca dan menambah pengetahuan. Buku ini di setiap babnya menguraikan intisari dari ajaran revolusi mental Bung Karno. Pada bagian pengantar buku ini terdapat tulisan dari putra Bung Karno yang bernama Guruh Sukarno Putra, dalam pengantarnya Guruh menukil kutipan dari penulis Belanda Graa Boomsma yang menulis “wie het verleden niet bestudeert, komt nooit aan de toekomst toe” yang artinya siapa yang tidak mempelajari masa lalu, tidak mungkin mencapai masa cita-cita (hlm. 8).
Arti dari kutipan di atas bahwa masa lalu tidak untuk dilewati dan dilupakan begitu saja, tetapi masa lalu menjadi cermin untuk menatap dan memimpikan tentang kehidupan yang terjadi di masa depan. Masa lalu adalah modal bagi orang-orang yang ingin mencapai masa depan yang cerah. Modal disini berarti pelajaran dan tuntunan untuk memberikan arah dan sinar yang menerangi jalan-jalan yang dilintasi untuk menuju ke masa depan. Sejarah adalah pijaran lentera yang mengarahkan kaki untuk berjalan menuju progresivitas bagi orang yang mau mempelajarinya.
Buku ini diawali dengan bab nasionalisme yang unggul. Bung Karno mengingatkan kepada setiap orang untuk memupuk nasionalisme dalam dirinya agar tumbuh subur. Nasionalisme suatu bangsa akan mendorong gerakan-gerakan positif terkhusus bagi kemajuan bangsa dan negara. Nasionalisme dalam diri Sukarno bak api abadi yang tidak dapat padam. Seorang nasionalis adalah seseorang yang seutuhnya mengabdikan jiwa dan raganya untuk bangsa dan negara. Bung Karno pernah berorasi yang isinya “jikalau aku misalnya diberikan dua hidup oleh Tuhan, maka dua hidup ini pun akan aku persembahkan kepada tanah air dan bangsa” (hlm. 21). Tanah Air adalah salah satu hal yang terpatri dalam benak Putra Sang Fajar. Indonesia dan segala yang ada didalamnya selalu digagas dan diupayakan kesejahteraan dan keselamatannya oleh Bapak Proklamator. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa Bung Karno semasa hidupnya berbaur dengan rakyat dan dengan rakyatlah Bung Karno dan Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Dalam kutipan lain Bung Karno pernah menyampaikan tentang cita-citanya yaitu mengabdi kepada Tuhan, kepada bangsa, dan kepada manusia (hlm. 21).
Sikap seorang nasionalis seperti Bung Karno patut untuk dicontoh dan diteruskan oleh generasi muda. Sikap nasionalis dalam diri Bung Karno salah satunya adalah totalitas untuk bangsa dan negara. Bung Karno dalam buku ini dijelaskan bahwa dirinya memotret bangsa dan negara dari jarak yang paling dekat sehingga ia tahu betul mengenai kondisi bangsa dan negaranya tercinta sehingga dari situ Bung Karno selalu mencoba untuk ikut andil dalam membangun bangsa dan negaranya melalui program-program kebijakan baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Kebijakan yang dikeluarkan Bung Karno dijiwai oleh semangat cinta tanah air dan untuk kemaslahatan bangsa Indonesia bukan atas dorongan nafsu syahwat dan rujukan duniawi untuk pribadi maupun kalangan-kalangan tertentu. Buku ini juga menyebutkan beberapa sikap yang seharusnya terus digiatkan dan dilestarikan oleh generasi penerus seperti tat twam asi (tepa salira), gotong royong, disiplin, cinta produk Indonesia, menghormati ibu dan guru, hidup bersih dan rapi, jangan meninggalkan sejarah, bermimpilah setinggi langit, memberi teladan yang baik, berdikari, mengabdi kepada rakyat, dan toleransi.
Pertama, Bung Karno mengajarkan agar setiap insan memiliki sikap tat twam asi atau tepa salira. Bangsa Indonesia adalah salah satu bangsa yang bernaung di dunia kebudayaan Timur yang memiliki akar historis dan kultural yang berbeda dengan kebudayaan Barat. Kebudayaan Timur mengajarkan akan pentingnya memelihara kehidupan yang seimbang antara manusia dengan manusia, manusia dengan alam, dan manusia dengan Tuhan. Hubungan dengan sesama manusia akan berjalan baik jika dalam hubungan tersebut terdapat rasa tepa salira, karena dengan tepa salira akan memunculkan rasa kasih sayang sehingga tindakan seseorang akan selalu dipikirkan matang-matang apakah merugikan atau menguntungkan bagi orang lain. Rasa kasih sayang membuat seseorang akan selalu berbuat baik kepada orang lain karena sejatinya berbuat baik kepada orang lain sama halnya dengan berbuat baik kepada diri sendiri.
Kedua, gotong royong yang merupakan ciri khas bangsa Indonesia. Gotong royong perlu untuk diterapkan dan diajarkan kepada anak cucu penerus bangsa karena gotong royong adalah salah satu cara yang efektif untuk menggerus rasa individualistis, egoistis, dan hedonistis. Sikap solidaritas dan kebersamaan yang kuat adalah kunci dari kokohnya pondasi bangsa Indonesia sehingga perlu untuk mengaktualisasikan gotong royong dalam kehidupan sehari-hari agar sikap solidaritas dan kebersamaan semakin terpupuk. Ketiga, disiplin sebagai syarat mencapai kesuksesan. Disiplin adalah kunci yang harus dimiliki seseorang yang ingin hidup sukses dan sejahtera. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kedisiplinan adalah dengan mengerjakan segala sesuatu tanpa menunggu aba-aba. Pandangan orang yang disiplin tentang tugas adalah sesuatu yang menjadi kebutuhan yang harus dinikmati bukan sebagai beban yang harus dihindari.
Keempat, cinta produk Indonesia. Cinta Indonesia hanya akan menjadi omong kosong jika masih sering berkiblat kepada produk-produk asing. Produk dalam negeri seharusnya selalu diprioritaskan di atas produk luar negeri karena dengan membeli produk karya dalam negeri secara tidak langsung mendukung terwujudnya kemandirian ekonomi bangsa Indonesia. Kelima, menghormati ibu dan guru. Orang tua tidak hanya orang yang telah melahirkan dan membesarkan saja, tetapi orang yang telah mendidik dan mengajarkan ilmu juga termasuk orang tua yang memiliki hak untuk dihormati dan dihargai. Guru adalah orang tua di sekolah sehingga ketika berada di sekolah guru adalah orang yang bertanggungjawab mendidik dan mengajari anak tentang ilmu dan budi pekerti. Hormat kepada guru adalah salah satu jalan agar ilmu yang diperoleh mendapat keberkahan.
Keenam, hidup bersih dan rapi. Kebersihan perlu untuk dijaga karena kondisi yang bersih akan menciptakan ide atau pikiran yang bersih dan cemerlang. Kebersihan adalah pangkal dari kesehatan maka jika hidup tidak bersih akan mudah digerogoti dan diserang oleh penyakit. Ketujuh, jangan meninggalkan sejarah. Sejarah adalah guru yang hidup sehingga dari sejarah akan lahir pemikiran tentang perubahan yang harus dilakukan agar masa depan dapat lebih baik daripada masa lalu. Masa lalu akan menjadi pelajaran yang berharga untuk orang yang hidup di masa kini dan masa yang akan datang. Sejarah adalah ilmu yang mengajarkan manusia untuk selalu arif dan produktif.
Kedelapan, bermimpilah setinggi langit. Mimpi akan mendorong seseorang untuk terus bekerja dan berusaha akan impiannya dapat terwujud. “Bermimpilah setinggi langit jika engkau jatuh engkau akan jatuh diantara bintang-bintang” begitulah wejangan Bung Karno agar bangsa Indonesia bersemangat dalam menggapai cita-cita dan impian (hlm. 135). Kesembilan, memberi teladan yang baik. Contoh atau suri teladan adalah salah satu metode pembelajaran yang paling efektif dan mengena di hati. Jika hanya sebatas nasihat saja mungkin akan lewat telinga kanan dan keluar lewat telinga kiri akan tetapi jika pembelajaran dilakukan dengan memberi contoh yang nyata maka akan menimbulkan sebuah ingatan jangka panjang yang akan terus melekat sepanjang hayat. Bung Karno mengajarkan untuk selalu berusaha menjadi pribadi yang baik agar kebaikan tersebut dapat dicontoh dan diterapkan oleh orang lain dalam kehidupannya.
Kesepuluh, berdikari. Berdiri di atas kaki sendiri dan menjadi bangsa yang mandiri adalah salah satu cita-cita Bung Karno. Bangsa Indonesia harus duduk sederajat dengan bangsa lain yang sama-sama berdaulat dan merdeka. Kesebelas, mengabdi kepada rakyat. Pemimpin yang baik adalah seorang pelayan, semangat melayani membuat ia lebih tanggap dan siap mengabdi kepada masyarakat. Menjadi pelayan yang mengabdi kepada masyarakat adalah tugas pemimpin sehingga pemimpin yang baik adalah pemimpin yang menomorsatukan rakyat. Kedua belas, toleransi beragama. Hidup dan bergaul dengan masyarakat multikultural yang terdiri dari bermacam-macam suku, agama, ras, dan etnis perlu untuk dilandasi sikap toleransi dan tenggang rasa. Toleransi akan mempererat persatuan dalam keberagaman dan keberagaman dalam persatuan.
Revolusi mental di Indonesia sebaiknya bersandarkan pada ajaran-ajaran budi luhur dari Bung Karno. Bung Karno adalah seorang pemimpin yang memimpin dengan teladan sehingga dari kepemimpinannya rakyat tidak hanya memiliki seorang presiden saja namun juga memiliki seorang uswatun hasanah atau suri teladan. Revolusi mental mengarahkan gerakannya terhadap pembinaan mental dan pemikiran masyarakat Indonesia yang bertujuan agar bangsa Indonesia memiliki mental dan moral yang baik. Buku ini layak menjadi acuan revolusi mental dan pendidikan budi pekerti ala Bung Karno.