Oleh:
Nadia Fauziah Izzatul J., Nafila Saniya A., Nasta Ayundra O.M., Nur Aditya,
Nurul Khotimah, Oki Rahma D. & Pandu Satria P.
(Mahasiswa Pendidikan Sejarah Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan 2021)

A. Sejarah Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

Perpustakaan menjadi tempat penyedia pelbagai jenis bahan penerbitan yang disusun dengan sebuah teratur untuk akses informasi baik secara ilmiah, populer, dan umum. Dapat dikatakan salah satu ciri kemajuan suatu bangsa adalah penelitian dan pendidikan. Hal ini dilihat dari lengkap atau tidaknya kolekski perbendaharaan perpustakaan maupun bank dokumentasi ilmiah. Pada masa kini sebagian besar negara terdapat Perpustakaan Nasional yang digunakan tidak hanyak digunakan untuk bangunan ikonik suatu bangsa. Namun juga digunakan untuk fungsi menyimpan keperluan informasi untuk masa yang sekarang maupun masa depan. Perpustakaan juga dapat menjadi gerbang untuk menuju masa depan yang lebih baik, terutama dalam hal kecerdasan bangsa. Didirikannya perpustakaan maka akan ada keterjaminan terhadap pengumpulan, peraturan, serta perawatan penerbitan-penerbitan nasional dalam kurun waktu tertentu untuk kebutuhan di bidang pendidikan maupun penelitian yang dilalukan negara.
Di Nusantara khususnya Indonesia, gagasan untuk menyatukan teribitan terbtan yang berasal dari masa skala Nasonal hingga Internasional sudah ada sejak tahun 1913. Dibuktikan dengan penunjukkan perpustakaan Koninkljke Bataaviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen yang digunakan untuk menjadi wadah dari seluruh cetakan yang ada di Indonesia dalam bentuk perpustakaan. Kemudian sekitar tahun 1948, PBB menjadikan perpustkaan menjadi tempat pengunpulan terbitan dari PBB maupun anak cabangnya seperti WHO, UNESCO, dan sebagainya. Eksistensi perpustakaan bersakala lokal juga sudah banyak berdiri apalagi yang didirikan lembaga pendidikan dengan berusaha mendirikan perpustakan sekolahan di berbagai tingkatan. Upaya ini dilakukan atas inisiasi lembaga Yayasan Hatta pada tahun 1950 (Mochtar, 1994: 41). Tujuannya adalah untuk membantu pembentukan perpustakaan berwawasan nasional serta memiliki sifat universal.
Sejarah berdirinya Perpustakaan Nasional (Perpustakaan Nasional Republik Indonesia) erat kaitannya dengan Bataviaasch Genootschap (Ikatan Kesenian dan Ilmu Batavia). Lembaga kebudayaan ini berdiri di batavia pada abad ke tahun 1778. Berjalan hampir selama 1.5 abad, lembaga ini berubah namanya menjadi Koninklijk Bataviaacsh Genootchap van Kunsten en Wetenschappen atau Ikatan Kesenian dan Ilmu Kerajaan di Batavia (Trigangga, 2014: 12). Lembaga ini didirikan atas inisiasi seorang peneliti asal negeri londo bernama Jacob Cornelis Matthieu Radermacher. Lembaga ini kerap bergonta-ganti nama dari Lembaga Kebudajaan Indonesia pada tahun 1950, lalu pada tahun 1962 berganti nama dan menjadi Museum Nasional. Ditarik dari sini, lembaga ini lah yang mempelopori terbentuknya Museum Gajah atau Museum Nasional serta Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia ialah representasi perwujudan serta pengembangan sistem nasional perpustakaan tingkat nasional. Perpustakaan ini berdiri pada 17 Mei 1980 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia saat itu, Daoed Jusuf (Nariswari, 2022). Perpustakaan utama bangsa ini bertempat di Jl. Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat. Letaknya tergolong strategis karena dekat dengan bangunan-bangunan vital negara seperti Istana Negara, Markas Tentara, kantor-kantor kementrian, dan gedung-gedung penting lainnya. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia yang memiliki bangunan tinggi tegak nan megah tersebut, diresmikan bebarengan dengan penetapan Hari Buku Nasional. Dahulu, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia merupakan hasil integrasi dari empat perpustakaan besar yang tersebar di Jakarta. Keempat perpustakaan tersebut adalah Perpustakaan Museum Nasional; Perpustakaan Sejarah, Politik dan Sosial (SPS); Perpustakaan DKI Jakarta; Bidang Bibliografi, dan Deposit Pusat Pembinaan Perpustakaan.
Berdirinya Perpustakaan Nasional Republik Indonesia memiliki tugas yang sangat beragam untuk mengumpulkan, menyimpan, melayankan koleksi bahan perpustakaan (Pusdiklat Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, 2024). Total koleksi yang ada dan dirawat oleh Perpustakaan Nasional Republik Indonesia sekitar 500.000 koleksi. Perpustakaan Nasional juga menjadi lembaga non Kementerian. Fungsi dari Perpustakaan Nasional Republik Indonesia sendiri termaktub dalam UU No. 43 Tahun 2007 sebagai perpustakaan Pembina, pusat pendidikan, rekreasi, penelitian, pelestarian, serta pusat jejaring.
B. Lembaga Awal Pembentuk Perpustakaan Nasional
Awal mula dari didirikannya Perpustakaan Nasional Republik Indonesia RI adalah integrasi dari empat lembaga. Lembaga-lembaga tersebut adalah:
1. Perpustakaan Museum Nasional
Merupakan perpustakaan tertua yang sudah berdiri sejak abad ke-18 dengan lokasinya berada di Jl. Merdeka Barat No. 12. Sebagian besar koleksinya merupakan ilmu-ilmu humaniora serta sosial terbitan PBB. Selain itu, perpustakaan ini memiliki koleksi penting mengenai publikasi-publikasi dari Indonesia, yang meliputi berbagai buku, majalah, surat kabar, peta, gambar, dan lukisan dari abad ke-19 hingga awal Perang Dunia II. Semua koleksi ini disimpan dalam sebuah ruangan tertutup yang tidak dapat diakses oleh umum. Ruangan ini memiliki panjang 60 meter dan lebar 12 meter. Buku-buku dan majalah, baik yang sudah dijilid maupun yang belum, ditempatkan di rak-rak yang tingginya 2,75 meter dengan panjang masing-masing 6 meter.
Sementara itu, peta disimpan dalam lemari kayu. Karena koleksi di Perpustakaan Museum Pusat mencakup bidang ilmu sosial dan kemanusiaan, perpustakaan ini dijadikan sebagai perpustakaan utama. Perkembangan pesat Perpustakaan Museum Nasional didukung oleh kebijakan Pemerintah Hindia Belanda yang mewajibkan semua instansi, baik pemerintah maupun swasta, untuk mengumpulkan hasil cetakannya ke perpustakaan tersebut. Selain itu, koleksi juga diperoleh melalui pertukaran penerbitan dan pembelian dari dalam dan luar negeri.
Selama masa pendudukan Jepang, perpustakaan juga melakukan publikasi-publikasi pemerintah Jepang seperti Can Po, buku, dan terbitan berkala lainnya. Hingga tahun 1950, nama Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (KBGKW) masih digunakan, tetapi kemudian diubah menjadi Lembaga Kebudayaan Indonesia.
Pada tahun 1962, lembaga ini disetorkan kepada pemerintah dan masuk dalam Kementerian Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan dikarenakan kumpulamn koleksinya mengenai dengan kebudayaan Indoensia. Sampai sekarang koleksi perpustakaan Museum Nasional menjadi koleksi terbesar dan tak ternilai dair segi ilmu pengetahuan khususnya studi mengenai Indonesia sebelum Perang Dunia II (Hardjoprakoso, 2005: 16). Jumlah koleksinya diperkirakan mencapai 100.000 buku, 11.000 judul majalah, 1.341 judul surat kabar, serta 2.500 judul penerbitan dari PBB (Hardjoprakoso, 2005: 172).
2. Perpustakaan Sejarah, Politik, dan Sosial (Perpustakaan SPS)
Perpustakaan ini berdiri pada tahun 1952. Koleksi yang ada di dalamnya mencapai 78.000 eksemplar dengan didominasi ilmu-ilmu sosial, termasuk politik serta perkembangan ekonomi dan hukum internasional, Undang-Undang Dasar dari bermacam-macam negara, serta diplomasi. Awalnya, koleksi buku-buku tersebut dipilih dan disusun di negeri kincir angin, Belanda, oleh Arthur Lehning yang kemudian mengirimkannya ke Indonesia ketika diplomasi Konferensi Meja Bundar di Den Haag. Perpustakaan ini kemudian diserahkan pemerintah Indonesia oleh STICUSA yang merupakan badan kerjasama dalam bidang kebudayaan antar Belanda dan Indonesia.
3. Perpustakaan Wilayah DKI Jakarta
Didirikan pada tahun 1959, perpustakaan ini berfungsi sebagai perpustakaan rujukan daerah sekaligus perpustakaan umum. Perpustakaan Wilayah DKI Jakarta memiliki koleksi sebanyak 15.000 eksemplar. Di DKI Jakarta, terdapat lima perpustakaan daerah yang tersebar di setiap wilayah.
4. Bidang Bibliografi dan Deposit, Pusat Pembinaan Perpustakaan.
Didirikan di Bandung pada tahun 1953 melalui Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Kantor Bibliografi Nasional (KBN) bertujuan untuk mengumpulkan berbagai jenis terbitan di Indonesia dengan maksud menyusun Bibliografi Nasional. (Lasa HS, 1998: 10-11). Bibliografi adalah kumpulan literatur ilmiah yang dapat berupa buku, majalah, atau tulisan lain, yang diatur secara sistematis berdasarkan sistem tertentu. Daftar ini mencakup studi baik tentang isi maupun bentuk fisik dari literatur tersebut.
Namun, tujuan tersebut tidak sepenuhnya tercapai karena ketiadaan landasan hukum. Pada tahun 1955, kantor ini dipindahkan ke Jakarta. Pengawasan terhadap KBN mulai dilakukan oleh Biro Perpustakaan sejak tahun 1954. Kemudian, pada tahun 1967, dibentuk Lembaga Perpustakaan sebagai pengganti Biro Perpustakaan. Nama lembaga ini kembali berubah pada tahun 1975, bersamaan dengan penambahan tugas dan fungsi baru, pembentukan Pusat Pengembangan Perpustakaan, di mana KBN menjadi Bagian Bibliografi dan Depositori Pusat Pengembangan Perpustakaan. Pusat Pengembangan Perpustakaan merupakan salah satu unsur penting pembentukan Perpustakaan Nasional, karena lembaga ini berperan dalam mempersiapkan pembentukan Perpustakaan Nasional. Lembaga ini memegang peranan yang sangat penting dalam situasi di mana Perpustakaan Nasional menjadi bagian integral dari lembaga pemerintah non departemen.
Bibliografi nasional adalah tugas utama dari setiap Perpustakaan Nasional di berbagai wilayah di penjuru benua yang meliputi penyusunan daftar semua terbitan nasional. Bibliografi nasional memiliki peranan ganda yakni (Hardjoprakoso, 2005: 30):
1. Menjadi alat untuk melakukan seleksi bahan pustaka;
2. Untuk mengetahui jumlah buku yang diproduksi, baik oleh penerbit pemerintah maupun swasta;
3. Untuk mengidentifikasi bidang ilmu pengetahuan yang belum terwakili atau kurang diperhatikan.
Ketersediaan bibliografi nasional yang lengkap serta penyebaran informasi yang ada akan bermanfaat untuk penelitian tentang lingkungan alam, kebudayaan, sejarah, dan berbagai bidang ilmu pengetahuan lainnya yang diperlukan untuk mendukung upaya pembangunan baik di tingkat nasional maupun daerah.
C. Layanan Naskah Kuno Perpustakaan Nasional

Bangunan fisik perpustakaan nasional diresmikan pada tahun 1998 dengan bantuan dari Ibu Tien Suharto, istri Presiden Soeharto sekaligus ibu negara pada waktu itu. Lalu dilansir dari Kompas TV (Hartini, 2017), pada tanggal 14 September 2017, Presiden RI ke-7, Presiden Joko Widodo meresmikan Gedung Fasilitas Layanan Perpustakaan Nasional yang baru. Gedung tersebut menjadikan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia sebagai perpustakaan nasional tertinggi di penjuru benua. Gedung melengkapi fasilitas layanan yang dimiliki oleh Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, tidak hanya berisi koleksi buku namun juga terdapat fasilitas pendukung lainnya seperti ruang teater, layanan audiovisual, area baca, data center, lalu layanan koleksi buku-buku langka, serta menjadi basis kantor Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia memiliki 24 lantai, jika di breakdown maka lantai-lantai tersebut memiliki fungsi dan layanannya masing-masing.
Salah satu layanan yang tersedia di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia adalah layanan koleksi naskah nusantara yang terdapat di lantai 9. Layanan ini menjadi salah satu ruang layanan unggulan yang ada di Nusantara karena memiliki koleksi yang lengkap, ruang yang nyaman, serta sarana dan prasarana yang menunjang. Naskah kuno menjadi koleksi utama di lantai 9. Naskah kuno menurut undang-undang merupakan naskah yang ditulis dengan tangan dengan minimal usianya 50 tahun serta memiliki nilai sejarah. Koleksi naskah kuno di lantai 9 terdiri dari berbagai jenis media, seperti kertas, bambu, daun lontar, dan sebagainya (mas siapa ya, diwawancarai 29 Mei 2024).
Jumlah koleksi naskah kuno di lantai 9 sekitar kurang lebih 12.000 naskah kuno. Koleksi naskah kuno di lantai 9 selalu update, sehingga ada penambahan koleksi naskah kuno hampir setiap tahun. Naskah-naskah kuno tersebut diakuisisi dengan cara membeli dari masyarakat atau dari pihak Perpustakaan Nasional Republik Indonesia melakukan penelusuran untuk mencari naskah kuno lainnya (mas siapa ya, diwawancarai 29 Mei 2024). Proses akuisisi ini sesuai dengan UU No. 43/2007 tentang perpustakan yang menjelaskan jika Perpustakaan Nasional mempunyai tanggungjawab untuk melalukan inventarisasi naskah-naskah kuno baik yang ada di dalam negeri ataupun di luar negeri. Biasanya, proses akuisisi dilakukan dengan membeli naskah kuno (Izzah, 2019). Nominal yang harus ditebus oleh Perpustakaan Nasional Republik Indonesia tergantung dari kondisi dan jenis naskah kuno tersebut. Semakin lama atau kuno, semakin mahal harganya.Menurut mas siapa ya, naskah kuno tertua di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia adalah naskah lontar Arjuna Ruwaha yakni sekitar abad 13/14 Masehi.
D. Cara Akses Koleksi Naskah Kuno Milik Perpustakaan Nasional
Untuk mengakses koleksi ini, syaratnya cukup mudah. Yakni para pengunjung cukup menunjukkan kartu anggota Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, lalu petugas akan membantu para pengunjung untuk mengakses koleksi naskah kuno yang mana. Setelahnya petugas akan membawakan naskah kuno pesanan milik pengunjung dan pengunjung dapat membacanya di tempat yang sudah disediakan. Apabila pengunjung ingin melalukan jepretan terhadap naskah kuno tersebut, harus melampirkan surat izin penelitian dari instansi asal. Jika ingin melihatnya saja, maka hanya perlu didampingi oleh petugas. (mas siapa ya, diwawancarai 29 Mei 2024).
Namun jika ingin mengakses secara online atau dari rumah, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia memiliki fitur layanan akses naskah kuno via daring dengan website bernama Khastara. Khastara merupakan usaha Perpustakaan Nasional Republik Indonesia untuk mendigitalisasi koleksi, sehingga para pengunjung tak perlu repot-repot datang ke Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Namun, masih ada kendala karena belum semua naskah kuno dapat atau bisa didigitalisasi. Ditambah, naskah kuno di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia tidak dapat di copy karena media yang digunakan sudah berumur dan perlu kehati-hatian dalam perawatan atau treatment. Khastara memiliki 5000-an koleksi naskah kuno yang sudah digitalisasi. Naskah kuno tersebut dapat diakses di khastara.Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.go.id, jadi cukup search naskah yang ingin dicari dan ketika naskah kuno tersebut ada maka dapat diunduh sesuka hati. (mas siapa ya, diwawancarai 29 Mei 2024).
Khastara menjadi jawaban dari pihak Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dalam memenuhi kebutuan pendidikan, pelestarian, serta penelitian sesuai amanat Undang-Undang. Situs tersebut merupakan hasil kerjasama Pusat Preservasi sebagai penyedia konten serta Pusat Jasa Perpustakaan dan Informasi sebagai pengelola situs web (Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, 2019). Upaya ini juga sebagai solusi untuk menyelamatkan naskah-naskah kuno yang memang secara fisik sudah sangat rapuh. Perlu digarisbawahi jika Khastara tidak hanya diperuntukkan peneliti saja, namun masyarakat luas dapat mengaksesnya secara gratis.
E. Display dan Perawatan Koleksi Naskah Kuno

Di lantai 9 juga memamerkan naskah-naskah kuno pilihan untuk display. Naskah kuno yang dipamerkan adalah naskah kuno replika dan bukan yang asli. Naskah kuno keperluan pajangan yang replika ini ditujukan agar tidak ada keriskanan dalam melakukan perawatannya. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia juga memiliki tim untuk melakukan seleksi naskah kuno sehingga perlu dilakukan pengecekan secara berkala baik untuk naskah kuno koleksi atau proses akuisisi. Sedangkan untuk perawatannya Perpustakaan Nasional Republik Indonesia memiliki tim sendiri, namanya pusat preservasi dan alih media yang ada di Salemba. Jadi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia melalukan kerjasama dengan mereka dan dalam beberapa bulan mereka melakukan kunjungan ke Perpustakaan Nasional Republik Indonesia untuk mengambil naskah-naskah yang perlu untuk preservasi (mas siapa ya, diwawancarai 29 Mei 2024).
Koleksi langka memiliki nilai informasi yang sangat berharga, dan tidak semua perpustakaan memiliki warisan tertulis dari masa lalu. Di Indonesia, meskipun banyak terdapat peninggalan sejarah dan budaya, belum tentu kita memiliki koleksi naskah kuno. Naskah kuno Indonesia tersebar dalam jumlah besar dan beragam bahasa. Untuk itu, dalam menyosialisasikan diri sebagai pemilik naskah kuno, kita perlu memanfaatkan keunikan koleksi tersebut, sehingga perpustakaan perlu menggali kembali naskah-naskah kuno ini dan menjadikannya sebagai sumber informasi pustaka yang andal. Perpustakaan mengumpulkan dokumen-dokumen bernilai sejarah untuk digunakan sebagai wahana penelitian dan pendidikan. Koleksi langka ini memiliki nilai informasi yang tinggi, baik dari perspektif sejarah koleksi tersebut maupun isi yang terkandung di dalamnya. Selain kandungannya, keunikan koleksi langka juga dapat dijadikan ikon bagi pemilik koleksi tersebut. Oleh karena itu, perpustakaan perlu melestarikan koleksi langka ini sebagai sumber informasi utama untuk merekonstruksi nilai sejarah.
Selain itu, penting adanya konektivitas data dan kebutuhan peneliti khusus di bidang sejarah. Konektivitas data ini, meskipun berasal dari masa lalu dan masih dalam bentuk tulisan, tidak hanya terbatas pada rekonstruksi nilai sejarahnya saja, tetapi juga dapat digunakan untuk keperluan ilmu pengetahuan lainnya. Koleksi langka sering dianggap sebagai warisan budaya masa lalu dan menghadapi banyak tantangan, seperti di perpustakaan perguruan tinggi. Meskipun menjadi pusat studi, perpustakaan ini tetap melaksanakan kegiatan pelestarian dan pengkajian nilai-nilai luhur yang terkandung di dalam koleksi tersebut. Selain dilestarikan, koleksi ini masih dipelajari oleh banyak orang karena nilai informasinya yang masih relevan dan dapat dipelajari.
Konservasi merupakan upaya untuk melindungi koleksi dari kepunahan dan kerusakan. Konservasi naskah kuno meliputi perolehan, perawatan, dan pelestarian naskah kuno atau, dengan kata lain, pelestarian naskah dan pelestariannya dari berbagai faktor yang dapat mengakibatkan hilangnya, kerusakan, atau kehancurannya (Baharudin, 2011). Merawat naskah kuno memang cukup tricky, sehingga memerlukan perawatan yang maksimal. Perlu ketelitian, keterampilan, dan kesabaran dalam melakukan perawatan naskah kuno. Lembaran-lembaran yang memiliki lubang kecil dapat ditambah menggunakan bubur kertas atau pulp dan menggunakan alat khusus yang diimpor langsung dari luar negeri, leave caster (Detik News, 2009).
Penyimpanan naskah kuno dilakukan dengan menempatkan naskah tersebut di lokasi yang aman. Tempat aman ini melibatkan perlindungan naskah dari paparan sinar matahari langsung, menghindari penyimpanan di tempat yang lembab, dan menggunakan tempat khusus untuk mencegah serangan rayap, kecoa, serta kelembaban. Setiap naskah dibungkus dengan plastik yang berisi silica gel, cengkeh, dan kapur barus. Kamper digunakan untuk menghilangkan bau dan mengusir hama, sementara cengkeh, dengan baunya yang menyengat, efektif dalam mengusir berbagai serangga. Yayasan biasanya menghabiskan 1 kg cengkeh setiap tiga bulan untuk diganti secara berkala. Selain menjaga kondisi fisik naskah, penting juga untuk melestarikan isi naskah kuno tersebut, yang melibatkan upaya untuk menyelamatkan dan mempertahankan pesan yang terdapat di dalamnya.
F. Memory of the World
Memory of the World atau ingatan kolektif dunia adalah program yang diluncukan oleh UNESCO terkait naskah-naskah kuno yang perlu dilestarikan. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia memiliki andil dalam proses pengajuan memori kolektif dunia tersebut. Dalam sidang komite MOW Asia-Pasifik di Ulan Bator, Mongolia yang diselenggarakan Rabu, 8 Mei 2024 terdapat tiga warisan dokumen sejarah dari Indonesia yang diusulkan, tiga naskah tersebut salah satu diantaranya adalah naskah Tambo Tuanku Imam Bonjol. Naskah ini merupakan usulan dari Perpustakaan Nasional RI serta Pemerintah Provinsi Sumatera Barat. Naskah tersebut merupakan tulisan milik Imam Bonjol yang mecertiakan mengenai dinamika masyarakat serta pegerakan Islam lokal di Sumatera Barat pada masa kolonial belanda. Naskah ini memiliki ketebalan 342 halaman dan diperkirakan ditulis pada pertengahan abad ke-19. Pendapat ini diperkuat dengan jenis kertas yang digunakan (Rachmadita, 2024: 1).
Proses yang ditempuh oleh Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dalam pengajuan naskah Tambo Tuanku Imam Bonjol cukup lama. Pada awalnya Perpustakaan Nasional Republik Indonesia mengusulkan dengan kemudian melengkapi berbagai dokumen formulit. Lalu dari pihak Perpustakaan Nasional Republik Indonesia mencari spesifikasi tentang naskah tersebut, dari latar belakangnya dan alasan mengapa perlu dijadikan Memory of the World. Lalu juga melakukan kerjasama dengan pemerintah daerah, dalam hal ini Pemerintah Provinsi Sumatera Barat (mas siapa ya, diwawancarai 29 Mei 2024). Pengajuan naskah ini memiliki presentase ditetapkan sebagai Memory of the World karena memiliki kemiripan dengan Babad Diponegoro yang sebelumnya sudah pernah diajukan oleh Perpustakaan Nasional Republik Indonesia RI bekerjasama dengan Lembaga Bahasa Kerajaan Belanda dan ditetapkan sebagia Memory of The World pada 2013.
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia terus turut dalam misi pelestarian budaya. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia juga mengajak semua pihak untuk ikut serta dalam mengambil bagian dari upaya tersebut. Pelestarian warisan naskah kuno ini dianggap penting karena karena sudah teregistrasi serta diakui secara internasional. Banyak harapan yang disematkan kepada Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dan Pemerintah Daerah untuk memastikan serta menjamin pelestarian dokumen-dokumen naskah kuno tersebut. Dengan ditetapkannya sebagai Memory of the World akan tetap dikenal luas masyarakat (Rachmadita, 2024: 2).
G. Sarana dan Prasarana Lantai 9 Perpustakaan Nasional

Sarana yang ada di lantai 9 bisa dikatakan lengkap keberadaanya dan berguna secara fungsi. Diantaranya yang pasti ada dalam perpustakaan di penjuru negeri adalah rak buku atau koleksi, serta meja dan kursi. Komposisi dari meja dan kursi juga ada yang berbentuk perkelompok dan diberi sekat seperti pada umumnya. Kelompok meja tersebut adalah untuk membaca koleksi naskah kuno. Sedangkan komposisi kelompok meja dan kursi lainnya adalah untuk bersantai yang dapat digunakan oleh para pengunjung. Lalu terdapat sarana layanan lain yakni komputer. Komputer dapat digunakan oleh para pemustaka dengan berbagai macam kegunaannya. Ada komputer yang digunakan untuk mencari layanan pemustaka atau OPAC dan terdapat komputer yang digunakan untuk membaca naskah koleksi kuno dalam bentuk digital (Fitri, 2023).
Sarana lainnya adalah lemari kaca untuk tujuan display koleksi naskah kuno. Dari lemari kaca, kita dapat membaca dan mengakses informasi mengenai naskah tersebut dari tablet yang bisa digunakan di bagian luar lemari kaca. Selain itu juga terdapat rak berisi koleksi buku-buku alihaksara dari Naskah Nusantara. Hal yang seru adalah kita dapat mengambil dan membawa pulang buku tersebut secara gratis dengan syarat menunjukkan kartu anggota dan jumlahnya dibatasi yakni satu orang per item. Kebijakan seperti ini disambut antusias oleh pengunjung karena dapat membawa semacam oleh-oleh untuk dibawa pulang dari Perpustakaan Nasional.
Prasarana perpustakaan merupakan fasilitas yang secara tidak langsung menjadi penyokong jalannya seluruh dinamika yang terjadi di perpustakaan. Prasarana pada umumnya memiliki bentuk fasilitas berupa ruangan-ruangan maupun sebuah tempat. Layanan naskah kuno di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia mememiliki beberapa prasarana yang dapat digunakan oleh para pengunjung. Prasarana yang ada seperti ruang kerja staff yang biasanya digunakan oleh para staff yang beroperasi di lantai 9. Tentu saja ruangan ini tidak dapat diakses oleh pengunjung. Total terdapat 9 petugas di Lantai 9 yang memiliki latar belakang yang berbeda, namun kebanyakan merupakan lulusan sastra. Hal ini karena naskah kuno di berbagai daerah, seperti petugasnya dari berbagai daerah seperti Jawa, Bali, Bugis, Batak, Arab, Indonesia, Sunda, dan Jawa Kuno (mas siapa ya, diwawancarai 29 Mei 2024).
Untuk menjaga kerapihan serta kebersihan di lantai 9, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia menyediakan beberapa sarana untuk menunjang hal tersebut. Salah satunya adalah sarana lemari besi atau arsip. Sarana ini merupakan wadah bagi para pengunjung untuk menyimpan barang bawaannya. Lalu terdapat juga tempat sampah serta tempat untuk menyimpan wadah minum bagi pengunjung jika ada yang membawa dari rumah. Karena aturan dari Perpustakaan Nasional Republik Indonesia tidak diperkankan membawa barang bawaan saat membaca buku atau koleksi (Fitri, 2023).
DAFTAR PUSTAKA
Baharudin. (2011). Strategi Preservasi Naskah Kuno: Sebuah Kajian Ilmu Pengetahuan dan Khazanah Bangsa Indonesia, Ilmu Perpustakaan dan
Informasi. https://www.researchgate.net/publication/326798634_Strategi_Preservasi_Naskah_Kuno_Sebuah_Kajian_Ilmu_Pengetahuan_dan_Khazanah_Bangsa_Indonesia diakses pada 31 Juli 2024.
Detik News. (2009). Melihat Lebih Dekat Perawatan Naskah Kuno. https://news.detik.com/berita/d-1164873/melihat-lebih-dekat-perawatan-
naskah-kuno diakses pada 31 Juli 2024.
Fitri, W. A. (2023). Sarana Prasarana Lantai 9 Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Mendukung Layanan Naskah Nusantara.
https://kumparan.com/wildani-aulia/sarana-prasarana-lantai-9-Perpustakaan Nasional Republik Indonesia-mendukung-layanan-naskah-nusantara-20e5XxZ4lMS/full diakses pada 31 Juli 2024.
Hardjoprakoso, M. (2005). Bunga Rampai Kepustakawanan. Jakarta: Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.
Hartini, D. Jokowi Resmikan PNRI, Perpustakaan Tertinggi di Dunia. https://www.kompas.tv/nasional/12982/perpustakaan-nasional-ri-yang-
baru diakses pada 31 Juli 2024
Izzah, I. (2019). Anda Punya Naskah Kuno? Bisa Jadi Bergarga Ratusan Juta, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Siap Membelinya.
https://www.malangtimes.com/baca/37504/20190328/150600/anda-punya-naskah-kuno-bisa-jadi-berharga-ratusan-juta-Perpustakaan Nasional Republik Indonesia-siap-membelinya diakses pada 31 Juli 2024.
Lasa HS. (1998). Kamus Istilah Perpustakaan. Yogyakarta: UGM Press.
Mochtar, K. (1994). Sosok Pribadi Unik Mastini Hardjoprakoso. Jakarta: Yayasan Kawedri.
Nariswari, A. V. (2022). Sejarah Perpustakaan Nasional RI, Tanggal Berdirinya Bersamaan dengan Pengesahan Hari Buku Nasional.
https://www.suara.com/news/2022/05/17/153056/sejarah-perpustakaan-nasional-ri-tanggal-berdirinya-bersamaan-dengan-pengesahan-hari-buku-nasional diakses pada 20 Juli 2024.
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. (2019). Situs Web Khastara Bukan Hanya Untuk Peneliti. https://Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia.go.id/berita/situs-web-khastara-bukan-hanya-untuk-peneliti diakses pada 31 Juli 2024.
Pusdiklat Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. (2024). Mengukir Sejarah: Perjalanan 44 Tahun Perpustakaan Nasional dalam Melayani
Bangsa. https://pusdiklat.Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.go.id/berita/read/207/mengukir-sejarah-perjalanan-44-tahun-perpustakaan-nasional-dalam-melayani-bangsa diakses pada 21 Juli 2024
Rachmadita, A. (2024). UNESCO Tetapkan Naskah dan Arsip Sejarah Indonesia Sebagai Memori Dunia. https://historia.id/kultur/articles/unesco-
tetapkan-naskah-dan-arsip-sejarah-indonesia-sebagai-memori-dunia-DpZqV diakses pada 31 Juli 2024.
Trigangga (Ed.). (2014). Potret Museum Nasional Indonesia, Dulu, Kini, dan Akan Datang – Pameran “Potret Museum Nasional Indonesia, Dulu, Kini,
dan Akan Datang”, Museum Nasional Indonesia, 17-24 Mei 2014. Jakarta: Museum Nasional Indonesia, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
DAFTAR INFORMAN
Irvan, pengurus Perpustakaan Nasional Lantai 9 (diwawancarai 29 Mei 2024).