Oleh:
Laela Ayu Mutmainah, Laksamana Adi Wijayanti, Lathifah Sabila Rohma, Listi Murnita Krisna,
Mahardika Yuhana Bayu S., Maulina Faradila, Mayusya Darmasusetya N.
(Mahasiswa Pendidikan Sejarah Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan 2021)

LATAR BELAKANG
Pada tanggal 1 Maret 1957, negara Indonesia telah mengalami berbagai peristiwa yang sangat dramatis dan mengguncang stabilitas politiknya, salah satunya yaitu peristiwa percobaan pembunuhan terhadap Presiden Sukarno yang terjadi di Jalan Cikini, Jakarta. Kejadian ini melibatkan bebepapa kelompok ekstrimis yang secara aktif mencari cara untuk menggulingkan pemerintahan Soekarno dengan menggunakan berbagai cara, salah satunya menggunakan kekerasan sebagai alat utama mereka (Rucheti, 2012). Kelompok ekstrimis yang terlibat dalam percobaan pembunuhan ini merasa sangat frustasi dengan kebijakan dan keputusan politik yang diambil oleh Presiden Soekarno, yang mereka anggap tidak memenuhi harapan mereka dan merugikan kepentingan mereka (Afifi & Kristianwantoni, 2019).
Dengan niat untuk menggulingkan pemerintahannya, mereka merencanakan untuk membunuh presiden melalui pendekatan yang penuh perhitungan dan strategi, namun usaha mereka ini akhirnya gagal total dalam pelaksanaannya. Mobil imperial, yang secara langsung menyaksikan seluruh upaya tersebut dan memberikan konteks penting tentang bagaimana peristiwa tersebut terjadi. Meskipun percobaan ini tidak berhasil, dampaknya sangat besar terhadap situasi politik dan sosial di Indonesia, menciptakan ketegangan yang semakin meningkat di seluruh negeri (Malintan, 2019). Kegagalan percobaan ini juga menunjukkan betapa seriusnya ancaman terhadap stabilitas pemerintahan yang dihadapi pada masa itu.
Media massa pada masa itu memainkan peran yang sangat krusial dalam meliput dan menyebarluaskan berita mengenai percobaan pembunuhan ini, dengan laporan yang cepat dan luas yang mempengaruhi opini publik secara signifikan (Hakiki, 2011). Berita mengenai percobaan pembunuhan ini menyebar dengan sangat cepat ke seluruh pelosok negara, mempengaruhi pandangan masyarakat tentang keamanan dan stabilitas pemerintahan (Bathoro, 2018). Mobil Chrysler Crown Imperial yang terlibat dalam insiden tersebut, menjadi pusat perhatian dalam liputan media, menambah intensitas dramatis dari kejadian tersebut.Liputan media yang ekstensif memperbesar dampak psikologis dari percobaan pembunuhan ini, menciptakan ketegangan tambahan di masyarakat. Reaksi media mencerminkan kekhawatiran yang mendalam mengenai keamanan nasional dan situasi politik yang penuh ketidakpastian.
Setelah percobaan pembunuhan tersebut, pemerintah Indonesia merespons dengan cepat dan efektif dengan meningkatkan pengamanan secara drastis untuk melindungi Sukarno dan pejabat tinggi lainnya dari potensi ancaman lebih lanjut (Septian, 2018). mobil Chrysler Crown Imperial Yang terlibat dalam insiden ini tidak hanya menjadi saksi dari ketegangan yang melanda negara, tetapi juga menjadi simbol dari ancaman yang nyata terhadap keamanan nasional. Langkah-langkah keamanan yang diperketat oleh pemerintah mencerminkan betapa mendalamnya dampak dari percobaan pembunuhan ini terhadap stabilitas politik dan sosial negara. Pemerintah harus menghadapi tantangan besar dalam upaya untuk mengatasi ketidakstabilan yang ditimbulkan oleh kejadian ini dan memastikan bahwa kejadian serupa tidak terjadi lagi di masa depan (Bathoro, 2018).
Secara keseluruhan, percobaan pembunuhan terhadap Sukarno di Cikini merupakan peristiwa yang sangat penting dalam sejarah politik Indonesia, menggambarkan ketegangan dan ketidakstabilan yang melanda negara pada masa itu (Pambudi & Pd, 2016). Insiden ini menyoroti betapa kompleksnya dinamika politik dan sosial yang dihadapi oleh Indonesia pada tahun 1957, serta bagaimana artefak seperti mobil Chrysler Crown Imperial Dapat membantu dalam memahami lebih dalam tentang peristiwa tersebut. Kejadian ini tetap menjadi bagian integral dari narasi sejarah politik Indonesia, memberikan wawasan yang penting tentang situasi yang dihadapi negara pada masa itu. Memahami peristiwa ini melalui berbagai perspektif memberikan gambaran yang lebih komprehensif tentang tantangan yang dihadapi oleh Indonesia dalam periode sejarah yang kritis.
A. Chrysler Crown Imperial : Sebuah Saksi Bisu
Sebagai seorang bapak dari sebuah negara, keseharian Soekarno tidaklah luput dari kegiatan bersafari,dalam mendukung mobilitas yang tinggi ini,tentunya keberadaan sebuah kendaraan berupa mobil dinilai sangat krusial untuk menunjang kepentingan Tersebut. Selain sebagai sebuah kebutuhan, kegemaran sang proklamator ini terhadap kendaraan roda empat menjadi salah satu alasannya dalam mengoleksi beberapa jenis mobil. Tercatat dalam sejarah setidaknya ada sekitar 5 jenis mobil klasik yang pernah dimiliki oleh Soekarno diantaranya, Chrysler Windsor Limo yang sebelumnya pernah digunakan oleh jenderal Sudirman,Zil 111 Limo produksi tahun 1961,Buick- Limited 8 Mobil yang hanya diproduksi sebanyak 1415 unit di dunia,Cadillac 1948 yang menjadi salah satu favoritnya,dan yang terakhir adalah Mobil Chrysler Crown Imperial. Chrysler Crown Imperial adalah mobil yang paling berkesan. Bagaimana tidak, mobil ini adalah saksi bisu usaha pembunuhan Sang Proklamator yang dikenal dengan peristiwa Cikini.(Wibisono,2024).
Mobil Chrysler Crown Imperial, khususnya yang pernah dimiliki oleh Presiden Soekarno, adalah lebih dari sekadar kendaraan mewah. Ia merupakan simbol kekuasaan, status, dan sejarah Indonesia yang kompleks. Peristiwa pemboman yang terjadi di Cikini, saat mobil tersebut digunakan untuk mengantar Megawati Soekarnoputri ke sekolah, menjadi salah satu titik hitam dalam sejarah Indonesia, menggarisbawahi ketegangan politik dan sosial yang mendominasi era itu.
Chrysler Crown Imperial, dengan desainnya yang elegan dan mesin yang bertenaga, merepresentasikan puncak kemewahan otomotif pada masanya. Mobil ini seringkali dikaitkan dengan para pemimpin dunia dan tokoh-tokoh penting. Bagi Presiden Soekarno, mobil ini bukan hanya alat transportasi, tetapi juga simbol kepemimpinan dan martabat bangsa Indonesia yang baru merdeka.(Observasi tim penulis, 28 Mei 2024).
Namun, kemewahan dan prestise yang melekat pada mobil ini berbanding terbalik dengan peristiwa tragis yang menimpanya. Pemboman di Cikini bukan sekadar serangan terhadap seorang individu, melainkan juga serangan terhadap simbol negara. Peristiwa ini menunjukkan betapa rapuhnya keamanan dan ketertiban pada masa itu, serta dalamnya perpecahan di tubuh masyarakat Indonesia.
Chrysler Crown Imperial yang pertama kali diperkenalkan pada 1926 memang merupakan salah versi tertinggi dari line up Chrysler di masanya. Chrysler membuat mobil ini sebagai mobil dengan prestise yang tinggi. Mobil produksi 1938 ini memiliki kapasitas mesin 5.300 cc dengan transmisi manual 3 percepatan. Mesin tersebut semburkan tenaga sekira 130 Tk. Mobil berjenis limosin ini hadir dengan mesin berkapasitas 5,2 L. Mobil ini merupakan mobil yang dipakai Presiden Soekarno saat mengantarkan putra dan putrinya, yaitu Guntur Soekarnoputra dan Megawati Soekarnoputri untuk menuju sekolahnya di Perguruan Cikini dan telah menjadi saksi bisu peristiwa Cikini. (Apinio,2015).
Peristiwa Cikini merupakan suatu peristiwa upaya pembunuhan terhadap Presiden Republik Indonesia yaitu Bapak Soekarno. Peristiwa tersebut didalangi oleh gerakan Islam separatis dengan nama GAK atau Gerakan Anti Komunis. Organisasi tersebut dibentuk oleh Kolonel Zulkifli Lubis, wakil KSAD dan mantan dari Direktur Badan Intelijen Angkatan Darat. Organisasi GAK tersebut diketuai oleh ajudan Kolonel Zulkifli Lubis, beliau merupakan Saleh Ibrahim. Tujuan berdirinya GAK tersebut untuk menghalangi dan menentang perkembangan komunisme di negara Indonesia. GAK berupaya menghalangi dominasi Partai Komunis Indonesia (PKI) dalam politik dan sosial di Indonesia, serta untuk memperingatkan pemerintah agar mengubah haluan politik negara yang dianggap memberi ruang bagi PKI (Samsul, 2016)
Sebagaimana teks-teks sejarah mencatat, bahwa pada Sabtu pukul 21.00 WIB 30 November 1957, telah terjadi usaha percobaan pembunuhan terhadap presiden Soekarno yang saat itu sedang menghadiri salah satu acara, yakni acara hari ulang tahun Perguruan Cikini yang merupakan sekolah anak-anaknya tepatnya di Sekolah Rakyat Cikini yang berlokasi di Jalan Cikini Raya, Jakarta. Pada acara tersebut diadakan bazar di Sekolah dalam rangka Lustrum III. Presiden Sukarno hadir sebagai orang tua dari kedua putra dan putrinya. Perayaan ulang tahun Perguruan Cikini tersebut merupakan perayaan yang ke 15, pada perayaan tersebut mendapat perhatian yang cukup besar, berupa perhatian dari masyarakat, orang tua wali murid dan pejabat pemerintah yang anaknya pernah bersekolah di perguruan cikini (sekolah Rakyat Cikini) tersebut. Banyak orang yang turut hadir untuk memeriahkan perayaan ulang tahun perguruan Cikini khususnya para orang tua wali murid. Pada perayaan ulang tahun perguruan cikini terdapat berbagai macam pertunjukan, pertunjukan tersebut berupa pameran kerajinan murid-murid di sekolah, pemutaran film, pertunjukan pentas seni seperti menyanyi, adanya pancingan, panahan, menembak dan rangkaian acara lain nya, acara tersebut dilaksanakan pada waktu malam hari. Presiden pertama Indonesia Bapak Soekarno turut hadir untuk ikut memeriahkan perayaan perguruan Cikini tersebut (Samsul, 2016:7).
Peristiwa Cikini, melibatkan pelemparan enam bom tangan ke arah mobil yang ditumpangi Soekarno.Pelaku utama peristiwa ini adalah Jusuf Ismail, seorang anggota pemberontak Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII). Motif di balik aksi ini adalah ketidakpuasan terhadap kebijakan politik Soekarno dan keinginan untuk menggulingkan pemerintahan.Lima dari enam bom yang dilemparkan berhasil meledak, menyebabkan kerusakan yang cukup parah dan korban jiwa. Namun, secara ajaib, Soekarno berhasil lolos dari maut. Peristiwa ini menewaskan 10 orang, termasuk pengawal presiden, dan melukai puluhan lainnya.
Pengeboman Cikini menimbulkan dampak yang sangat luas. Pemerintah meningkatkan keamanan terhadap tokoh-tokoh penting negara, sementara di sisi lain, peristiwa ini justru memperkuat posisi Soekarno di mata rakyat. Kejadian ini juga semakin memperuncing ketegangan politik di Indonesia dan memicu berbagai aksi kekerasan lainnya.
Motif di balik penyerangan Peristiwa Cikini, yang terjadi pada 30 November 1957, melibatkan berbagai faktor kompleks yang mencerminkan ketegangan politik, ideologis, dan sosial pada masa itu. Salah satu motif utama adalah ketidakpuasan mendalam terhadap kepemimpinan Presiden Soekarno, terutama dari kelompok-kelompok yang merasa terancam oleh kebijakan dan arah politiknya. Presiden Soekarno dikenal dengan upayanya untuk memperkuat kesatuan nasional dan mengurangi pengaruh kekuatan asing dalam politik Indonesia, yang sering kali membuat beberapa kelompok merasa terpinggirkan atau terancam.
Selain itu, perbedaan ideologi yang mencolok di antara berbagai kelompok di Indonesia saat itu juga memicu ketegangan. Beberapa elemen politik konservatif dan kelompok-kelompok yang berafiliasi dengan militer dan agama mungkin melihat kebijakan Soekarno sebagai terlalu pro-komunis atau terlalu radikal, yang dapat mengancam status quo dan nilai-nilai tradisional mereka. Penyerangan ini dianggap sebagai upaya dari kelompok tersebut untuk mengakhiri pemerintahan Soekarno atau setidaknya memaksa perubahan dalam kebijakan pemerintah yang mereka pandang berbahaya bagi kepentingan mereka.(Observasi tim penulis, 28 Mei 2024).
Faktor lain yang turut berperan adalah kekhawatiran terhadap arah pembangunan nasional yang ditempuh oleh Soekarno, termasuk usahanya untuk mengimplementasikan konsep Demokrasi Terpimpin dan memperkuat sentralisasi kekuasaan. Langkah-langkah ini dipandang oleh beberapa kelompok sebagai ancaman terhadap kebebasan politik dan demokrasi yang mereka perjuangkan. Akibatnya, mereka mungkin melihat penyerangan ini sebagai cara untuk menyampaikan ketidakpuasan mereka dan mengubah jalannya sejarah politik Indonesia.
Secara keseluruhan, motif penyerangan Peristiwa Cikini adalah hasil dari kombinasi ketidakpuasan politik, ketegangan ideologis, dan perasaan terancam oleh perubahan sosial yang sedang terjadi. Penyerangan ini merupakan salah satu peristiwa yang mencerminkan ketegangan yang melanda Indonesia pada masa itu, dan menunjukkan bagaimana konflik internal dan eksternal dapat memicu tindakan kekerasan dalam upaya untuk mempengaruhi arah pemerintahan dan kebijakan negara.
Mobil Chrysler Crown Imperial yang dinaiki bung Karno pun telah mengalami berbagai kerusakan, yang di antaranya adalah spakbor kiri dan kaca belakang mobil yang pecah. Kerusakan yang tidak seberapa tersebut kemudian membuat mobil ini dikaitkan dengan hal-hal mistis (Wibisono,2024). Untuk mengenang peristiwa Cikini tersebut, kerusakan yang dialami mobil Imperial ini tidak diperbaiki sampai saat ini (Observasi tim penulis, 28 Mei 2024).
Setelah terjadinya peristiwa Cikini, pada tahun 1957 pihak istana dan keluarga bung karno menyerahkan mobil tersebut ke Museum Joang 45 untuk disimpan dan dipamerkan di Museum Joang ’45 di Jakarta (Admin. 2021) Museum tersebut menyimpan berbagai memorabilia dan artefak bersejarah yang berkaitan dengan perjuangan kemerdekaan Indonesia, termasuk mobil bersejarah yang pernah digunakan oleh Soekarno. Mobil tersebut merupakan salah satu dari koleksi berharga di Gedung Joang 45 yang menggambarkan sejarah penting Indonesia. (Observasi tim penulis, 28 Mei 2024).

Gambar 1. Mobil Peristiwa Cikini Sumber: Dokumen Tim Penulis, 28 Mei 2024
Hingga sekarang mobil pada peristiwa Cikini masih dapat digunakan dan dipamerkan pada saat acara Napak Tilas Proklamasi di Museum Joang 45 dengan berjalan dari Museum Joang 45 ke Museum Naskah Proklamasi dan berakhir di Tugu Proklamasi. (Gromico, 2016). Hal ini juga sesuai dengan hasil wawancara bersama Yunda selaku pemandu monumen Joang 45, bahwa :
“itu mobil ke 1 punya event tahunan, namanya napak tilas proklamasi, jadi mobil pertama dikeluarkan pada 16 agustus dan dikeluarkan ke keluar museum dan dijalankan ke taman proklamasi, museum naskah proklamasi dan keliling kota jakarta. Acara tersebut kegiatan rutin yang telah dilaksanakan sejak tahun 1981” (Wawancara dengan Yunda, 28 Mei 2024)
Berdasarkan hasil wawancara dari Yunda, bahwa Mobil milik Soekarno masih dapat digunakan hingga sekarang, mobil tersebut dikeluarkan ke luar museum untuk mengikuti salah satu event untuk memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia, acara tersebut berupa napak tilas proklamasi. Acara Napak Tilas Proklamasi yaitu Acara menyambut Hari Ulang Tahun (HUT) dengan menyusuri tempat-tempat yang dulunya menjadi saksi bisu proklamasi dilakukan (Tarmizi, 2015). Acara napak tilas proklamasi memiliki banyak rangkaian kegiatan. Kegiatan yang dilakukan pada saat acara napak tilas proklamasi yaitu pentas seni musik daerah dan tarian daerah, aksi teatrikal peristiwa proklamasi dan melakukan parade barisan untuk mengelilingi museum-museum yang ada di Jakarta, salah satunya Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Tugu Proklamasi dan Museum Joang 45 (Muhamad, 2023).
B. Dampak Politis
Pada tahun 1957 tepatnya pada tanggal 30 November 1957 telah terjadi suatu peristiwa yang menggegerkan masyarakat ini. Peristiwa ini merupakan suatu upaya pembunuhan terhadap Soekarno yang pada masa itu masih menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia. Peristiwa percobaan pembunuhan ini dilakukan dengan pelemparan granat ke arah mobil presiden Soekarno. Peristiwa yang terjadi di Perguruan Cikini, Jakarta ini telah menimbulkan berbagai dampak terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat. Peristiwa Cikini ini dalam aspek politik berdampak pada Kabinet Djuanda.
Pada tanggal 8 April 1957 Soekarno mengumumkan pembentukan Kabinet Karya dengan Djuanda sebagai perdana menteri nya. Pada masa kabinet ini telah terjadi ketimpangan antara pusat dan daerah. Kekecewaan ini diutarakan oleh Angkatan Darat khususnya daerah Sumatra dan Sulawesi mengenai kebijakan pemerintah pusat yang kurang memperhatikan daerah. Untuk menyelesaikan permasalahan ini, maka dilaksanakan Musyawarah Nasional yang dihadiri berbagai tokoh baik dari pemerintah pusat dan daerah yang dilaksanakan pada tanggal 10-14 September 1957. Meskipun telah memiliki hasil, namun pada akhirnya hasil dari musyawarah nasional ini harus dibatalkan karena telah terjadi situasi politik yang pelik setelah peristiwa percobaan pembunuhan Presiden Soekarno pada 30 November 1957 (Rucheti, 2012: 75-76).
Seusai peristiwa Cikini tersebut, dengan tujuan menenangkan diri maka Presiden Soekarno pergi ke luar negeri untuk rehat sejenak. Namun, di Indonesia peristiwa Cikini itu diberitakan secara berlebihan karena pelaku dalam peristiwa percobaan pembunuhan Soekarno merupakan anggota Gerakan Anti Komunis yang dibentuk oleh Zulkifli Lubis. Gerakan Anti Komunis ini merupakan gerakan yang dibentuk atas dasar rasa kecewa kepada Pemerintah, khususnya Soekarno karena dirasa sudah memberi celah kepada PKI untuk kembali dalam perpolitikan Indonesia (Redaksi, 2022). Pada 19 Februari dan 3 Maret 1958, Soekarno berjumpa dengan Hatta untuk menyelesaikan beberapa permasalahan yang berkaitan dengan berita Ahmad Husein yang mengumumkan adanya Pemerintah Revolusioner RI (PRRI) bertempat di Padang, yang berkaitan dengan tampilnya Hatta. Namun, diskusi ini tidak mencapai hasil karena adanya perbedaan pendapat (Rucheti, 2012: 80).
Usai ledakan granat tersebut, suasana malam itu semakin mengerikan karena orang-orang merasa takut dan khawatir jika terjadi ledakan granat susulan. Di tengah situasi yang serba membingungkan itu, dilakukan pengawasan yang ketat khususnya di lingkungan sekitar Istana Merdeka dan kediaman pejabat-pejabat lainnya. Langkah-langkah keamanan yang lebih ketat diimplementasikan untuk melindungi presiden dari ancaman-ancaman serupa di masa mendatang (Iswara, 2018) dengan menerapkan undang-undang yang lebih ketat terkait keamanan nasional. Kebijakan ini bertujuan untuk mencegah terjadinya upaya pembunuhan atau kudeta di kemudian hari.
Pada tengah malam selepas tragedi mengerikan tersebut, Soekarno memberikan pernyataan yang berhubungan dengan tragedi percobaan pembunuhan terhadap dirinya. Selain itu, Perdana Menteri Djuanda menyerukan pernyataan untuk memperkuat kewaspadaan Nasional. Berdasarkan hal tersebut Letkol Dachyar sebagai Komandan KMKB Jakarta Raya menyatakan peristiwa percobaan pembunuhan di Perguruan Cikini adalah bersifat politik (Pedoman, 2 Desember 1957) dalam (Rucheti, 2012: 65).
Akibat dari peristiwa tersebut meningkatkan ketegangan politik di Indonesia. Kecurigaan dan ketidakpercayaan antara pemerintah dan kelompok-kelompok oposisi semakin meningkat, memperburuk situasi politik yang sudah tegang pada saat itu (Maulid, 2011). Peristiwa ini juga memperkuat posisi politik Soekarno. Upaya pembunuhan yang gagal tersebut menjadikannya sebagai Soekarno sebagai sosok yang lebih dihormati dan dipandang sebagai pemimpin yang kuat oleh rakyat Indonesia (Iswara, 2018). Sehingga adanya memobilisasi dukungan rakyat terhadap Soekarno, banyak rakyat Indonesia yang semakin mendukung Soekarno sebagai simbol perlawanan terhadap ancaman internal dan eksternal.
Upaya pembunuhan terhadap pemimpin negara ini juga menarik perhatian internasional. Banyak negara yang mengutuk tindakan tersebut dan menunjukkan solidaritas mereka dengan Soekarno, yang pada gilirannya mempengaruhi hubungan diplomatik Indonesia dengan negara lain. Seperti halnya negara-negara sahabat Indonesia, termasuk anggota Gerakan Non-Blok, mengecam keras percobaan pembunuhan ini.
C. Dampak Sosial
Peristiwa tragis yang terjadi di Cikini ini terjadi setelah kegiatan selesai dan Soekarno akan meninggalkan lokasi kejadian. Namun, tiba-tiba terjadi ledakan hebat dan orang-orang mulai berhamburan. Ada sebagian orang yang tergolek di tanah, sehingga menyebabkan situasi kian pelik dan kalut. Malam tragedi tersebut telah menelan banyak korban, diantaranya tujuh orang meninggal dunia di tempat, yaitu dua polisi yang mengawal Soekarno, dua wanita, dua anak-anak dan satu laki-laki dewasa. Terdapat dua korban lainnya yang dinyatakan meninggal saat di rumah sakit. Selain korban yang meninggal dunia, ada korban luka-luka baik luka berat atau ringan yang totalnya hampir 100 orang. Korban-korban tersebut mayoritas adalah murid Perguruan Cikini, termasuk juga Sumadji Muhammad Sulaiman yaitu Direktur Perguruan Cikini yang menderita luka berat (Raditya, 2018).
Dalam peristiwa ini Presiden Soekarno dan anak-anaknya selamat tanpa luka yang berarti (Chandra, 2015). Meskipun begitu, yang menjadi korban adalah mobil yang ditumpangi pada malam itu yang mengalami ringsek karena menahan ledakan granat. Pasca peristiwa tersebut, Presiden Soekarno langsung memerintahkan penangkapan pelaku. Para aparat berhasil menangkap empat orang yang diduga sebagai pelaku, yaitu Jusuf Ismail, Sa’idon bin Muhammad, Tasrif bin Husein, dan Moh Tasin bin Abubakar. Keempat pelaku ini adalah kelompok yang menghuni Asrama Sumbawa yang bertempat di sekitar Cikini, sekaligus anggota dari DI/TII (Adryamarthanino dan Nailufar, 2021). Hal ini juga sesuai dengan hasil wawancara bersama Yunda selaku pemandu monumen Joang 45, bahwa : “sudah diketahui ada beberapa orang penghianat yaitu Moh Tasin, Tasrif bin Husein, Sa’idon bin Muhammad, dan Jusuf Ismail” (Wawancara dengan Yunda, 28 Mei 2024)

Gambar 2. Pelaku tragedi Cikini Sumber: Internet, https://premium.historia.id/article-premium/empat-sekawan-dalam-penggranatan
Berita penangkapan pelaku tragedi Cikini ini cukup ramai di kalangan masyarakat. Selain berita penangkapan, juga berhembus kabar bahwa Zulfikli Lubis andil dalam peristiwa tragis yang menewaskan banyak korban tersebut. Meskipun begitu belum ada suatu laporan resmi dan bukti-bukti yang membuktikan bahwa Zulfikli Lubis menjadi pelaku dalam peristiwa Cikini. Dari pihak Zulfikli Lubis juga membantah tuduhan tersebut hingga akhirnya beliau bebas dari tuduhan sebagai pelaku dikarenakan pernyataan Jusuf Ismail yang telah mengakui kesalahannya (Muhammad, 2023).
Pada akhirnya keempat pelaku tersebut harus disidang dan pada 28 Mei 1960 diberi hukuman mati di hadapan regu tembak. Menurut asumsi, tragedi pelemparan granat di Perguruan Cikini tersebut tidak hanya aksi teror biasa, namun bertujuan untuk melengserkan Soekarno dari posisi presiden (Huda, 2023). Meskipun rencana pembunuhan Soekarno dikatakan gagal, bahkan pelakunya berhasil ditangkap dan telah diadili. Namun, beberapa anggota gerakan ini masih bebas di luar sana dan bisa saja merencanakan kembali gerakan-gerakan yang bisa mengacaukan Jakarta (Samsul, dkk., hal 9).
Tragedi Cikini telah menyisakan ketegangan dan kekhawatiran dalam masyarakat. Pada peristiwa ini telah menorehkan luka dan trauma bagi warga Indonesia, terutama masyarakat yang hadir dalam peristiwa kelam tersebut. Selain itu, Karena peristiwa ini terjadi di sekolah Perguruan Cikini, banyak anak-anak dan staf sekolah yang terlibat langsung dalam insiden tersebut. Kejadian ini berdampak pada psikologis siswa dan kegiatan belajar mengajar di sekolah tersebut (Raditya, 2018). Di sisi lain, peristiwa ini juga memperkuat solidaritas dan kebersamaan di antara masyarakat Indonesia. Banyak yang menunjukkan dukungan moral kepada korban dan keluarga mereka serta kepada Presiden Soekarno, memperkuat semangat persatuan nasional.
DAFTAR PUSTAKA
Yunda, Pemandu wisata, 28 Mei 2024
Observasi Tim Penulis di Gedung Joang ’45 tanggal 28 Mei 2024
Rucheti, Wati. (2012). Pergolakan Politik Pada Masa Kabinet Djuanda (studi tentang Peristiwa Cikini 30 November 1957. (Skripsi, Universitas
Sebelas Maret)
Samsul; Isjoni; Saiman (2016) EVENTS CIKINI 1957 ASSASSINATION ATTEMPT AGAINST SOEKARNO PRESIDENT IN JAKARTA.
Redaksi. (2022). Sejarah Hari Ini, 30 November: Tragedi Cikini Upaya Pembunuhan Presiden Soekarno dalam ledakan Granat. Diakses dari:
https://idenesia.id/sejarah-hari-ini-30-november-tragedi-cikini-upaya-pembunuhan-presiden-soekarno-dalam-ledakan-granat/
Adryamarthanino dan Nailufar. (2021). Tragedi Cikini 1957, Upaya Pembunuhan Soekarno. Diakses dari:
https://www.kompas.com/stori/read/2021/08/27/100000879/tragedi-cikini-1957-upaya-pembunuhan-soekarno?page=2
Raditya, Iswara. (2018). Tragedi Cikini: Kala Sukarno Selamat dari Ledakan Granat. Diakses dari: https://tirto.id/tragedi-cikini-kala-sukarno-
selamat-dari-ledakan-granat-daBE
Muhammad, Erik. (2023). Peristiwa Cikini 1957, Upaya Pembunuhan Soekarno Menggunakan Granat. Diakses dari:
https://www.harapanrakyat.com/2023/08/peristiwa-cikini-1957-upaya-pembunuhan-soekarno-menggunakan-granat/
Huda, Larissa. (2023). [Kilas Balik] 66 Tahun Lalu, Presiden Soekarno Nyaris Terbunuh dalam Tragedi Cikini. Diakses dari:
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/11/30/10000081/kilas-balik-66-tahun-lalu-presiden-soekarno-nyaris-terbunuh-dalam-tragedi?page=all#:~:text=Berdasarkan%20hasil%20persidangan%2C%20keempat%20terdakwa,menyingkirkan%20Soekarno%20dari%20kursi%20kepresidenan
Chandra, Bobby. (2015). Tragedi Cikini: Skenario Gagal Membunuh Soekarno. Diakses dari: https://nasional.tempo.co/read/707195/tragedi-
cikini-skenario-gagal-membunuh-soekarno
Gromico, Andrey. (2026). Napak Tilas Proklamasi dari Gedung Joang 45. Diakses dari : https://tirto.id/napak-tilas-proklamasi-dari-gedung-
Admin. (2021) Tiga Mobil Klasik Sejarah di Gedung Joang. Diakses dari : https://www.cnnindonesia.com/otomotif/20211001185118-579-
702296/tiga-mobil-klasik-sejarah-di-gedung-joang.
Afifi, R. I., & Kristianwantoni, S. (2019). Gerwani In The Communist Ideology of 1950-1965. Santhet (Jurnal Sejarah Pendidikan Dan
Humaniora), 3(1), 10-20.
Rucheti, W. (2012). Pergolakan Politik pada Masa Kabinet Djuanda (Studi Tentang Peristiwa Cikini 30 November 1957).
Hakiki, P. (2011). Sistem Pemerintahan Pada Masa Demokrasi Liberal Tahun 1949-1959.
Malintan, D. A. (2019). E-modul sejarah indonesia kelas xii: pengembangan politik dan ekonomi masa demokrasi liberal.
Septian, A. (2018). Cakrabirawa dalam Kekuatan Militer Era Kepemimpinan Soekarno 1962-1967. Ilmu Sejarah-S1, 3(4).
Afidah, D. (2023). Meninjau Perjalanan Perumusan Dasar Negara hingga Penetapan Dekrit Presiden 1959. Historia Madania: Jurnal Ilmu
Sejarah, 7(1), 67-80.
Bathoro, A. (2018). Redupnya Peran Politik Islam di Masa Demokrasi Terpimpin (Studi Kasus Pembubaran Masyumi oleh Presiden Soekarno).
Kemudi: Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2(2), 24-41.
Pambudi, I. G., & Pd, Z. M. (2016). ANGKATAN DARAT DALAM POLITIK PADA MASA UNDANG-UNDANG DARURAT BAHAYA PERANG
ATAU SOB (STAAL VAN OORLOG EN VAN BELEG) DI INDONESIA TAHUN 1957-1963. Risalah, 2(6).
Wibisono,Herwindiarto.(2024).Mulai dari Chrysler hingga Cadillac, yuk intip koleksi mobil klasik Presiden Soekarno yang sangat mewah!. Diakses
Apinio,Rio.(2015). Chrysler Imperial, Mobil Favorit Soekarno yang Pernah Digranat. Diakses dari
https://www.liputan6.com/otomotif/read/2294481/chrysler-imperial-mobil-favorit-soekarno-yang-pernah-digranat
Tarmizi, Tasrief. (2015) Museum Joang `45 gelar Napak Tilas Proklamasi. Diakses dari
https://www.antaranews.com/berita/512063/museum-joang-45-gelar-napak-tilas-proklamasi
Muhamad, Sean (2023) Kemendikbudristek adakan kegiatan Tapak Tilas Proklamasi. Diakses dari
https://www.antaranews.com/berita/3683937/kemendikbudristek-adakan-kegiatan-tapak-tilas-proklamasi
Muchamad Gema Maulid, (2011) PERISTIWA CIKINI TAHUN 1957 Upaya Pembunuhan Terhadap Presiden Sukarno Di Jakarta. S1 thesis,
Universitas Pendidikan Indonesia.